Cerita Nyi Roro Kidul
Menurut cerita, Konon, Nyi Roro Kidul adalah seorang ratu yang cantik bagai bidadari, kecantikannya tak pernah pudar di sepanjang zaman. Di dasar Laut Selatan, yakni sebuah lautan yang dulu disebut Samudera Hindia, sebelah selatan pulau jawa, ia bertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang sangat besar dan indah.Di keraton Surakarta, ada sebuah menara pendek, namanya Panggung Sanggabuwana. Menurut kepercayaan sebagian penduduk Surakarta, di tempat ini raja di Surakarta mengadakan pertemuan dengan Nyi Roro Kidul. Konon Sultan Hamengkubuwono I, hingga Sultan Hamengku Buwono yang sekarang, senantiasa menyelenggarakan labuhan, yakni mengirimkan barang-barang tertentu ke Laut Selatan.
Berdasarkan buku Babad Tanah Jawa, kisah tentang Nyi Roro Kidul sudah ada semenjak raja Mataram yang pertama yaitu Panembahan Senapati.
Senapati yang nama kecilnya Raden Sutawijaya dan bergelar Ngabehi Loring Pasar, sudah lama bercita-cita menjadi raja yang berdaulat. Selama ini, kekuasaannya terbatas karena masih di bawah pengawasan Sultan di Pajang, suatu tempat yang jaraknya sekitar dua puluh kilometer dari Surakarta ke arah Barat-Utara.
Alkisah, waktu tengah malam, Senopati pergi diiringi lima orang, menuju Lipura. Di situ ada batu datar, bagus sekali bentuknya. Senopati lalu tidur di atas batu tadi.
Sementara itu, Pamannya, Ki Juru Martani pada waktu tengah malam itu, merasa tidak bisa tidur. Ia segera pergi ke istana, hendak bertemu Senopati. Setelah sampai, ia bertanya kepada penjaga.
"Hai penjaga, apa Senopati masih bangun?"
Orang yang menjaga gerbang itu menjawab," Kyai Juru, setelah pesta tadi, karena melihat rembulan terang benderang, Senopati lalu pergi. Tidak tahu ke mana perginya."
Mendengar penuturan para penjaga gerbang, Ki Juru Martani menduga-duga ke arah mana perginya Senopati. Ia punya keyakinan keponakannya itu pergi ke Lipura. Ia segera menyusul ke Lipura, Sesampainya disana. Senopati ditemukan sedang tiduran di batu gilang. Ki Juru segera membangunkannya, "Anakku, bangunlah, katanya ingin menjadi raja, kok malah enak-enakan tidur."
Tiba-tiba ada bintang jatuh dari langit, berkilat sebesar buah kelapa. Bintang berhenti di dekat kepala Senopati. Ki Juru Martani sangat kaget," Anakku, cepat bangun, yang berkilau seperti rembulan di dekat kepalamu itu apa?"
Senopati kaget, kemudian bangun. Ia melihat dan bertanya,"Kamu itu apa, kok berkilau di dekat kepalaku, aku belum pernah lihat."
Bintang segera menjawab seperti manusia," Ketahuilah aku ini bintang, memberitahu kepadamu. Bahwa doamu sekarang sudah diterima oleh Allah. Apa yang kau minta sudah diizinkan, kamu akan raja di tanah Jawa. Anak cucumu juga akan bertahta di Mataram Agung, disegani musuh. Tapi cicitmu kelak mengakhiri menjadi raja Mataram. Negara Mataram akan jatuh seiring gerhana rembulan dan matahari.
Sesuah bintang tadi berbicara demikian, lalu musnah. Senopati berkata dalam hati. "Sekarang permintaanku kepada Allah sudah dikabulkan untuk menjadi raja menggantikan Rama Sultan, juga anak cucuku, sebagai cahaya di tanah Jawa. Orang tanah Jawa akan takluk semua."
Ki Juru tahu batin putranya, lalu berkata,"Senopati, kamu jangan ujub dulu, jangan sombong, semua belum terjadi. Itu tidak benar. Kalau kamu percaya ucapan bintang tadi, kamu salah. Sebab itu suara jais, bisa bohong dan bisa benar. Ia tidak bisa dipegang lidahnya seperti manusia. Kelak, kalau kamu kalah perang dengan orang Pajang, pasti bintang tadi tidak bisa kamu tagih, atau kamu mintai tolong. Tidak lain aku dan kamu yang akan maju perang. Kalau menang, kamu pasti bertahta di mataram. Kalau kalah, tak urung diusir dari Mataram."
Mendengar nasehat pamannya. Senopati Ing Alaga sangat sedih. Ia berkata, "Paman, bagimana pendapat sampeyan? saya turut. Umpamanya perahu. Sampeyan juru mudinya."
"Anakku, kalau kamu menurut, ayo, meminta kepada Gusti Allah, segala yang sulit, mudah-mudahan dimudahkan. Ayo, bagi tugas. Kamu ke Laut Kidul, aku naik Gunung Merapi, menyatakan kebenaran takdir Allah. Ayo berangkat."
Ki Juru lalu berangkat ke Gunung Merapi. Senopati Ing Alaga berangkat ke arah timur. Sampai di Sungai Opak, masuk ke air dan berenang mengikuti arus sungai.
Alkisah sebelumnya, ada ikan laut bernama olor. Ikan ini kesukaan Senopati. Kemudian ikan olor ini ditangkap oleh orang banyak. Sangat besar. Ikan lalu dibawa naik ke darat, disampaikan kepada Panembahan Senopati. Senopati sangat suka melihatnya. Ikan olor lalu diberi pakaian serba mas, dan diberi nama Tunggul Wulung, kemudian dilemparkan ke air lagi. Ikan olor tadi merasa hutang hidup kepada Semopati. Ketika itu, ikan olor tahu kalau Senopati berenang di sungai menuju laut. Ikan olor lalu mengambang mendekati Senopati, seperti meminta Senopati naik di punggungnya. Akan tetapi, Senopati tak mau naik. Ia lalu naik ke darat, berdiri di pinggir laut, serta berdoa kepada Allah. Tiba-tiba angin ribut datang bercampur hujan badai. Banyak pohon patah ambruk. Ombak laut naik setinggi gunung. Suaranya menakutkan.
Airnya panas seperti mendidih. Banyak ikan terlempar dan terpeleset karang, hingga mati di daratan. Ini akibat Panembahan Senopati yang sedang berdoa kepada Allah.
Sementara itu, bertahtalah seorang ratu di laut selatan. Ia cantik rupawan, parasnya elok mempesona. Tiada yang menyamai kecantikannya di seluruh dunia. Ia bernama Nyi Roro Kidul. Dialah ratu lelembut di tanah Jawa, Kala itu, Nyi Roro Kidul sedang bercengkerama di tilam emas, dalam istananya yang megah berhiaskan intan mutiara. Di sampingnya jin dan peri siap melayani segala kebutuhannya. Dalam suasana yang tenang itu, tiba-tiba terdengar huru-hara. Ikan-ikan di lautan pingsan karena air laut mendidih dan bergejolah. Ombak berdebur keras membuat suara menjadi gaduh.
Nyi Roro Kidul terkejut. "Ada apa ini? Mengapa air laut tiba-tiba panas mendidih? Apakah matahari runtuh dan akan terjadi kiamat?"
Sang Ratu kemudian keluar istana diikuti dayang-dayang. Di atas lautan yang luas, ia melihat alam terang benderang. Tidak ada hal apapun yang mencurigakan. Ia hanya melihat seorang pemuda yang sedang berdiri tegak di pantai. Pemuda itu tampaknya sedang bersemedi memohon sesuatu kepada Tuhan.
"Mungkin itulah yang membuat laut Kidul menjadi geger," batin Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul lalu mendekati pemuda itu, dan berkata pelan, "Hilangkanlah gundah hati Paduka. Hamba mohon hentikan perbuatan Paduka ini, karena gara-gara perbuatan Paduka, laut kidul menjadi gerah. Hamba menginginkan laut Kidul menjadi tenang seperti sedia kala. Kasihanilah Hamba, karena laut kidul itu hamba yang menjaga. Adapun permohonan Paduka kepada Tuhan sudah terkabul. Paduka dan anak cucu Paduka akan menjadi raja tanah jawa. Jin Prayangan dan seluruh makhluk halus akan tunduk di bawah duli Paduka. Pabila kelak Paduka berperang, maka mereka pun akan membantu pasukan Paduka. Mereka akan menuruti apa kehendak Paduka, karena Paduka Paduka adalah raja diraja di tanah jawa ini."
Mendengar perkataan Nyi Roro Kidul, Senopati Ing Alaga sangat gembira. Maka ia menghentikan semedinya dan lautan tenang kembali, ikan-ikan yang pingsan telah sadar dan kembali berenang-renang.
Nyi Roro Kidul menghaturkan sembah sambil menyungging senyum. Tak lama kemudian, ia lantas membalikkan tubuh dan kembali menuju lautan. Senopati Ing Alaga sangat terkesima dengan ratu yang cantik itu. Sekonyong-konyong ia ikuti langkah wanita itu hingga masuk ke arah lautan. Namun, Senopati merasakan seperti berjalan di atas jalan yang mulus menuju sebuah istana yang megah. Setibanya wanita itu di dalam istana, ia duduk di sebuah ruangan bernuansakan kuning keemasan. Dayang-dayang sibuk melayani Sang Ratu. Senopati Takjub dan terheran-heran melihat sekeliling. Semua hiasan rumah dan pagar-pagar berlapis emas berlian. Buah-buahan dan bunga-bunga menarik perhatian.
Senopati dipersilakan duduk di dekat Nyi Roro Kidul. Ia mencoba selalu waspada karena ratu cantik rupawan ini bukan jenis manusia. Senopati selalu melempar lirikan kepada Sang Ratu. Demikian pula Sang Ratu menangkap pasemon dari Senopati, dan senyumnya semakin memabukkan. Sang Ratu mengajak Senopati berjalan-jalan melihat-lihat isi istana. Senopati Ing Alaga tersenyum dan berkata,
"Nimas, bolehkan aku melihat kamar tidurmu?"
"Boleh saja Paduka, jangan malu-malu. Semua adalah milik Paduka, hamba hanya menunggu."Nyi Roro Kidul segera menggamit tangan Senopati masuk ke dalam kamar tidurnya.
Keduanya duduk di tepi pembaringan. "Ni Mas, Rasanya seperti di dalam surga saja. Aku belum pernah melihat ruangan seindah ini. Bagaikan mimpi, aku dapat melihat kamar yang demikian elok. Sangat cocok dengan pemiliknya. Aku menjadi malas untuk pulang ke Mataram. Betah rasanya di sini. Tapi sayangnya, kamar seindah ini tak ada lelakinya yang tampan."
"Ah Paduka ini. Enak juga kok menjadi ratu sendirian. Tidak ada yang memerintah," tukas Nyi Roro Kidul sambil menyelipkan senyum di bibirnya yang tipis.
Senopati tersenyum sambil berkata, "Nimas, berilah aku obat, aku sungguh tergila-gila kepadamu."
Nyi Roro Kidul berbisik sambil melempar senyum, hamba tidak bisa memberi obat, sebab hamba bukan dukun. Paduka raja besar, tidak akan kekurangan wanita yang lebih cantik daripada hamba."
Senopati merasa berbunga-bunga. Nyi Roro Kidul kemudan dipondong untuk menuntaskan kehendaknya.
Diceritakan, Senopati di laut kidul tiga hari tiga malam. Ia selalu berkasih-kasihan dengan Nyi Roro Kidul. Setiap hari Senopati diwejang tata cara menjadi raja, yang memimpin semua manusia dan makhluk halus.
Senopati berkata," Besar terima kasihku padamu Nimas, atas segala petunjukmu. Jika kelak aku mendapati musuh, siapa yang aku suruh memanggil kamu. Orang Mataram pasti tidak ada yang tahu akan kamu?"
Nyi Roro Kidul berkata," Hal itu mudah saja. Apabila Paduka hendak memanggil hamba, bersedekaplah dengan satu kaki, kemudian mendongaklah ke angkasa. Hamba pasti segera datang membawa pasukan jin, peri prayangan dan persenjataan perang."
Senopati lalu berpamitan," Nimas, aku pamit kembali ke Mataram. Pesanmu akan kulaksanakan semua."
Senopati lalu berangkat, berjalan di atas air seperti di daratan saja. Setelah tiba di Parangtritis, Senopati kaget melihat Sang Pandhita, Sunan Kalijaga. Ia sedang duduk tafakur di pantai. Senopati lalu menghaturkan sembah, dan memohon maaf, karena telah menunjukkan kesaktian berjalan di lautan tanpa basah.
Sunan Kalijaga menasehati," Senopati, hentikanlah mengandalkan kesaktian itu. Yang demikian namanya orang congkak. Para wali tidak mau berbuat demikian. Jika kamu ingin tetap menjadi raja, bersyukurlah kepada Allah. Ayo sekarang ke Mataram, aku ingin tahu rumahmun."
Keduanya lalu berangkat. Setibanya di Mataram, Sunan Kalijaga melihat rumah Senopati belum memiliki pagar. Ia lalu berkata," Rumahmu kok tidak berpagar bata. Itu tidak baik. Jangan ujub dan kibir, mengandalkan kesaktian dan kedigjayaan. Umpama kerbau, sapi tanpa kandang, pasti akan lepas tak tentu arah. Kerbau sapi tadi sebaiknya ikatlah, kalau malam masukkan ke kandang. Di luar, suruhlah orang menjaga, setelah itu tawakkallah kepada Allah. Begitu juga kalau kamu berumah tangga. Buatlah pagar luar, namanya pagar bumi. Orang Mataram tiap kemarau suruhlah mencetak bata. Kalau sudah banyak, buatlah kota bacinglah." Senopati patuh. Kanjeng Sunan lalu pamit pulang.
Memang terbukti, Senopati kemudian menjadi raja besar kerajaan Mataram. Anehnya raja-raja keturunan Senopati tetap saja dikabarkan berhubungan dengan Nyi Roro Kidul dan makhluk halus penghuni gunung merapi.
Siapakah Nyi Roro Kidul itu?
Nyi Ratu Kidul dipercayai sebagai wanita yang sakti, yang menguasai samudera Indonesia. Di Jawa Tengah dia juga dikenal dengan nama Nyi Loro Kidul atau Nyi Lara Kidul, bahkan ada yang menyebutnya Ratu Laut Pantai Selatan. Penduduk sepanjang pantai selatan Pulau Jawa sampai saat ini masih mempercayai kesaktiannya. Tentang asal usul dan riwayat Nyi Lara Kidul ada bermacam-macam versi. Dan yang diceritakan disini adalah sebuah riwayat yang berasal dari Jawa Barat.
Asal Usul (Riwayat) Nyi Roro Kidul Versi Daerah Jawa Barat
Asal Usul Nyi Roro Kidul Versi I
Konon di kerajaan Pajajaran Purba bertahtalah seorang raja yang bernama Prabu Mundingsari. Baginda dikenal sebagai raja yang berwajah tampan dan bijaksana dalam pemerintahan, hingga dicintai segenap rakyat Pajajaran.Prabu Mundingsari sangat gemar pergi berburu dengan diiringi tamtama atau pengawal. Tetapi, hari itu Baginda tersesat dan terpisah dari para pengawalnya ketika memburu seekor kijang. Prabu Mundingsari mencoba mencari pengawalnya. Tetapi, sesudah menjelajahi rimba itu sampai setengah hari, jejak para pengawal itu belum juga tampak, sehingga Baginda Mundingsari semakin jauh tersesat. Haripun mulai gelap, Baginda bermaksud beristirahat.
Karena lelahnya, baginda Mundingsari tertidur. Dalam keadaan setengah tertidur, tiba-tiba merasa ada seseorang berada di dekatnya. Baginda terkejut dan segera bangun. Dihadapannya telah berdiri seorang gadis yang sangat cantik dan tengah tersenyum kepadanya.
"Hai gadis cantik, siapakah kau....?! tanya Prabu Mundingsari keheranan.
"Hamba adalah cucu dari raja rimba ini ...Apakah tuan adalah Raja Mundingsari dari Pajajaran?"
"Ya, aku adalah Raja Mundingsari. Ada apa kiranya ?"
"Tuanku tampaknya tersesat dan terpisah dari para pengawal tuanku. Sudilah kiranya tuanku singgah di istana kakekku sambil beristirahat di sana..."
Karena undangan itu disampaikan dengan ramah dan sopan santun, Baginda Mundingsari tidak dapat menolaknya, apalagi orang yang mengundangnya adalah seorang gadis yang sangat cantik. Raja Pajajaran itupun mengikuti si gadis cantik itu.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah mereka pada istana tempat tinggal gadis itu.
"Ah ... hah .... hah ... hah ... hah...! Prabu Mundingsari, selamat datang di istanaku. Walau tidak seindah istanamu, kuharap kau akan betah tinggal di sini ...! Cucuku mencintai tuan hingga tiap malam, wajah tuan selalu terbawa mimpi dan bahkan dia jatuh sakit. Soal terpisahmu dari para pengawal, akulah yang mengaturnya...!"
Prabu Mundingsari merasa heran akan kata-kata raja itu. Dia menoleh pada putri cantik itu yang tampak wajahnya kemalu-maluan.
Karena kecantikan putri itu, lagi pula karena kelemah lembutan putri itu. Prabu Mundingsari segera jatuh hati pada perempuan itu.
"Bagaimana Prabu Mundingsari..?" Apakah kau masih akan menolak, jika cucuku ini kujodohkan denganmu...? tanya raksasa berwajah seram itu.
"Tid..Tidaak, saya tidak berani menolak...?
"Tidak berani..? Hanya karena takut padaku?"
"Bukan... saya memang menyukai ... saya mencintai cucu Tuan..."
"Kalau begitu tunggu apa lagi. Ayo kita langsungkan pesta pernikahannya.
Kemudian merekapun menikah dan hidup dalam kebahagiaan.
Baginda tinggal beberapa lama bersama istrinya di istana dalam rimba itu. Hingga pada suatu hari ...
"Adinda rasanya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku hendak menjenguk ke sana dan hendak kulihat bagaimana keaadaan rakyatku ... "Kata Prabu Mundingsari.
"Baiklah, Kakanda! Tetapi sesekali datanglah kakanda menjenguk hamba..." sahut istrinya dengan sedih mendengar niat Prabu Mundingsari, suaminya itu.
Kemudian, Prabu Mundingsari keluar dari istana menuju Pajajaran. Tetapi kali ini Baginda tidak tersesat dan mudah mendapatkan jalan pulang.
Setiba di istana Pajajaran, Baginda disambut dengan isak tangis kegembiraan oleh permaisuri dan seisi istana, karena sudah berbulan-bulan baginda menghilang dalam sebuah perburuan. Kemudian Baginda kembali menduduki tahta Pajajaran dan memerintah sebagaimana sebelumnya.
Berbulan-bulan kemudian. Pada suatu malam, baginda terjaga dari tidurnya karena mendengar suara tangis bayi.... Baginda Mundingsari segera bangkit, dan mendatangi sumber suara itu. Maka tampak olehnya sebuah buaian dan didalamnya terdapat seorang bayi yang tengah menangis.
Baginda segera mendukung bayi yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba muncul seraut wajah yang dikenalnya sebagai wajah istrinya dari istana di tengah rimba tempo dulu.
"Kakanda Mundingsari, bayi itu adalah anak kita! Dia kuserahkan kepada Kakanda untuk kau besarkan di kalangan manusia," kata istrinya itu.
"Di kalangan manusia? Apa maksudmu adinda?!" tanya Prabu Mundingsari tak mengerti.
"Sebenarnya bahwa aku dari kalangan siluman ...! sahut istrinya itu.
Baginda Prabu Mundingsari merasa heran dan hanya tertegun sampai beberapa saat. Dia tidak tahu dan tidak menyadari ketika bayangan wajah putri siluman istrinya itu menghilang.
Demikianlah, bayi perempuan itu akhirnya dipelihara di lingkungan istana dan diberi nama RATNA DEWI SUWIDO. Permaisuri baginda Mundingsari merasa tidak senang akan kehadiran Dewi Suwido di istana Pajajaran. Dia memperlakukannya dengan bengis.
Delapan belas tahun kemudian Dewi Suwido tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sukar dicari tandingannya. Kecantikannya itu terkenal hingga ke negara-negara tetangga. Hal ini semakin membuat tak senang hati sang permaisuri. Apalagi, putrinya tidak secantik Dewi Suwido. Sementara itu sudah banyak lamaran dari para pangeran yang bermaksud mempersunting Dewi Suwido. Hati permaisuri semakin geram. Oleh sebab itu, timbul maksud jahatnya untuk menyingkirkan Dewi Suwido dari istana.
Dalam mewujudkan maksud jahatnya itu, permaisuri dan putrinya segera mendatangi seorang ahli tenung yang terkenal pandai.
"Ingat ya! Bikin wajah gadis itu jadi jelek, sekujur tubuhnya harus nampak menjijikkan sehingga tidak ada lagi orang yang mau melamarnya." Kata Permaisuri.
"Ah tuanku permaisuri tidak perlu khawatir! Hal itu bukan pekerjaan sukar bagi hamba, tapi ...." kata dukun tenung.
"Tapi apa?"
"Hamba harus mendapat imbalan yang pantas!"
Tanpa bicara permaisuri mengeluarkan sekantong uang logam dan menjatuhkannya di depan sang dukun.
"Ingat...aku inginkan wajah gadis itu rusak. Hingga tak seorangpun sudi memandanginya!" pesan sang permaisuri.
"Ya, tapi saya juga masih minta bantuan Tuan Putri..."
"Apa lagi ...?"
"Tuan putri harus meletakkan kemenyan ini di bawah tempat tidur Dewi Suwido."
"Tidak masalah...mana kemenyannya.."
Sang dukun mengambil kemenyan, setelah diberi mantra, ia serahkan kepada permaisuri.
Secepatnya permaisuri kembali ke istana, sementara tukang tenung itu segera melaksanakan permintaan permaisuri. Pada malam harinya, dia mulai melancarkan serangan ilmu hitamnya pada Dewi Suwido.
Tengah malam Dewi Suwido terlelap tidur, tapi sebentar-sebentar ia terbangun dengan wajah gerah. Seluruh tubuhnya terasa panas, namun menjelang pagi, panas di tubuhnya hilang dan ia mulai bisa tidur nyenyak lagi.
Keesokan harinya, Dewi Suwido bangun dari tidurnya dan merasa tidak enak di sekujur badannya.
"Ah, kepalaku terasa berat. Kulit wajahku pun terasa tebal. Karena merasa ada kelainan pada wajahnya, gadis itu berkaca. Dia sangat terkejut melihat wajahnya dalam kaca yang kini telah berubah menjadi buruk.
"Ah ..... apakah .... apakah yang berada di dalam cermin itu adalah wajahku? Mengapa jadi demikian?"
Ketika menyadari bahwa wajah yang berada di cermin itu memang betul wajahnya, hati Dewi Suwido jadi hancur ! Dia menangis terus menerus. Kecantikannya sama sekali sudah tidak tersisa.
Berhari-hari gadis itu mengurung diri di kamar, dan tidak mau menjumpai orang. Tetapi, atas pemberitahuan sang permaisuri, Prabu Mundingsari akhirnya tahu kalau Dewi Suwido mengidap penyakit yang berbahaya.
"Gusti Prabu, apakah Paduka tidak merasa heran mengapa sekian lama Dewi Suwido tidak keluar dari kamarnya?" Permaisuri mulai melancarkan siasatnya.
"Ya benar... sudah seminggu lebih aku tidak melihatnya."
"Gusti Prabu mestinya sadar... dia itu bukanlah wanita biasa...!
"Apa maksudmu istriku...?
"Saya tidak berani menduga yang bukan-bukan. Tapi kalau Paduka melihat wajahnya ... kiranya tepat jika Dewi Suwido disebut Siluman."
"Jangan mengada-ada istriku..."
"Kalau Paduka tidak percaya, silakan panggil saja anak itu?"
Sang Raja kemudian memerintahkan Dewi Suwido untuk menghadap ke balairung istana.
Ketika Dewi Suwido datang menghadap, Prabu Mundingsari terkejut melihatnya.
"Anakku, apa yang telah terjadi denganmu...?
"Ampun Rama Prabu... hamba tidak mengerti... tahu-tahu hamba sudah dalam keadaan seperti itu, sehingga malu untuk keluar kamar."
"Ah, .... kau mengidap penyakit lepra anakku. Penyakit itu adalah salah satu penyakit berbahaya. Ayahanda merasa menyesal sekali. Tetapi apa boleh buat, kau akan kuasingkan dari istana ... kata Prabu Mundingsari.
Ya, tepat sekali tindakan Gusti Prabu," sahut permaisuri," supaya seisi istana tidak tertular."
"Hambaaaa...hamba tidak punya siapa-siapa lagi... hamba mau dibuang ke mana?"
"Kau harus menyepi hidup di pinggir hutan...." sahut sang Permaisuri.
"Rama Prabu...setega itukah hati Ramanda Prabu pada anak sendiri?" Protes Dewi Suwido.
"Maafkan aku anakku, jika kua sudah sembuh, kau boleh kembali ke istana ini."
Hati Dewi Suwido semakin remuk ketika Ayah kandungnya sendiri bermaksud menyingkirkan dan tidak mau berdekatan dengan dirinya. Baginda Mundingsari segera memerintahkan beberapa orang pengawal mengantarkan Dewi Suwido ke dalam rimba.
Dewi Suwido diangkut sebuah kereta kuda, hanya dibekali dengan makanan dan pakaian secukupnya. Setiba di tepi rimba, para pengawal tidak mau mengantarkannya lebih jauh. Dengan hati pilu gadis itu melanjutkan perjalanan ke dalam rimba seorang diri. Dia masih belum tahu hendak menuju ke mana ....!
Pada akhirnya, Dewi Suwido tiba di gunung Kombang. Kemudian dia bertapa di sana dan memohon pada para dewa agar wajahnya dikembalikan sebagaimana sebelumnya.
Bertahun-tahun dia melakukan tapa, tetapi wajahnya bahkan semakin rusak.
Buyarlah semua harapannya untuk kembali ke istana, karena wajahnya yang cantik dan kulitnya yang mulus telah rusak semua.
"Mengapa...? Mengapa aku harus menerima nasib seperti ini? Apa salahku? Apa dosaku?"
Ia mulai menghujat para Dewa.
Tetapi, pada suatu hari, dia mendengar sebuah suara;
"Dewi Suwido ! Kalau kau ingin wajahmu kembali seperti semula, berangkatlah ke selatan. Kau harus masuk ke laut selatan dan bersatu dengannya....! Dan tak usah kembali dalam pergaulan manusia!"
Setelah mendengar suara itu, Dewi Suwido segera berangkat ke arah selatan seperti yang diperintahkan. Berhari-hari kemudian, tibalah dia di pantai selatan. Gadis itu merasa ngeri berada di tebing pantai yang curam dan tajam itu. Tetapi dia percaya akan kata-kata yang didengar dalam tapanya itu, yang dipercaya sebagai petunjuk dari para dewa. Dengan penuh kepercayaan pula Dewi Suwido terjun ke laut dari tebing yang curam.
Setelah muncul kembali dari dalam air laut, segala penyakit yang menempel pada tubuh Dewi Suwido telah hilang. Kecantikan Dewi Suwido kembali pada keadaannya semula, bahkan lebih cantik. Menurut kepercayaan penduduk setempat. Dewi Suwido masih hidup hingga kini dan menjadi Ratu di laut selatan, ratu dari segala jin dan siluman di sana. Ia disebut Nyi Roro Kidul. Benar atau tidaknya cerita diatas yang jelas penduduk di sepanjang pantai selatan pulau jawa sampai saat ini masih mempercayai akan kesaktian Ratu Samudera Indonesia itu.
Asal Usul Nyi Roro Kidul Versi II
Menurut versi yang lain, Pada mulanya Nyi Roro Kidul adalah seorang wanita yang berparas elok, Kadita namanya. Karena kecantikannya, ia sering disebut Dewi Srengenge, yang artinya Matahari Jelita. Kadita adalah putri Raja Munding Wangi. Walaupun Kadita sangat elok wajahnya. Raja tetap berduka karena tidak mempunyai putra mahkota yang dapat disiapkan.Raja kemudian mencari istri lagi. Ia menikah lagi dengan seorang wanita cantik bernama Dewi Mutiara. Setelah Raja memperistrikan Dewa Mutiara, gembiralah hatinya. Sebab, dari Dewi Mutiara lahir seorang anak lelaki. Akan tetapi, begitu mendapat perhatian lebih. Dewi Mutiara mulai mengajukan tuntutan-tuntutan, antara lain, memastikan anak lelakinya akan menggantikan tahta dan Kadita harus diusir dari istana. Permintaan pertama diluluskan, tetapi untuk mengusir Kadita, Raja Munding Wangi tidak bersedia.
"Istriku, Semua permintaanmu kukabulkan. Tapi, yang satu ini sungguh keterlaluan," sabdanya. "Aku tidak dapat meluluskan permintaanmu yang keji itu," sambungnya.
Mendengar jawaban demikian, Dewi Mutiara malahan tersenyum sangat manis, sehingga kemarahan raja perlahan-lahan lenyap. Tetapi, dalam hati istri kedua itu timbul dendam yang membara. Ia mencari berbagai cara untuk melenyapkan Dewi Kadita.
Beberapa hari kemudian, pagi-pagi sekali, Dewi Mutiara mengutus inang pengasuh memanggil seorang tukang sihir. Tukang sihir jahat ini dperintahkan mengguna-gunai Dewi Kadita.
"Bikin tubuhnya berkudis dan berkurap," perintah istri kedua ini. "Kalau berhasil, aku akan memberimu hadiah yang besar!" sambungnya. Si Tukang Sihir menyanggupinya.
Malam harinya, tatkala Kadita sedang tidur lelap, masuklah angin semilir ke dalam kamarnya., Angin itu berbau busuk, mirip bau bangkai. Pagi hari, tatkala Kadita terbangun, ia menjerit. Seluruh tubuhnya penuh dengan kudis, bernanah, dan sangat berbau tidak enak.
Tatkala Raja Munding Wangi mendengar berita ini, sangat sedihlah hatinya. Dalam hatinya Raja tahu bahwa yang diderita Kadita bukan penyakit biasa, tetapi guna-guna. Raja juga sudah menduga, sangat mungkin Dewi Mutiara yang merencanakannya. Hanya saja, bagaimana membuktikannya.
Dalam keadaan pusing dengan keadaan ini. Raja harus segera memutuskan hendak diapakan Kadita. Atas desakan patih, putri yang semula sangat cantik itu mesti dibuang jauh agar tidak membuat malu nama Raja.
Maka berangkatlah Kadita seorang diri, bagaikan pengemis yang diusir dari rumah orang kaya. Hatinya remuk redam, air matanya bercucuran. Namun, ia tetap percaya bahwa Sang Maha Pencipta tidak akan membiarkan makhluk ciptaanNYA dianiaya sesamanya. Campur tanganNYA pasti akan tiba. Untuk itu, seperti sudah diajarkan neneknya almarhum, bahwa ia tidak boleh mendendam dan membenci orang yang membencinya.
Siang dan malam ia berjalan, dan sudah tujuh hari tujuh malam waktu ditempuhnya, hingga akhirnya ia tiba di pantai Laut Selatan. Kemudian ia berdiri memandang luasnya lautan. Ia bagaikan mendengar suara memanggil agar ia menceburkan diri ke dalam laut. Tatkala ia mengikuti panggilan itu, begitu tersentuh air, tubuhnya pulih kembali. Jadilah ia wanita cantik seperti sediakala. Tak hanya itu, ia dinobatkan oleh seluruh makhluk halus penghuni laut selatan sebagai ratu yang menguasai seluruh lautan dan isinya. Ia bertahta di kerajaan yang megah, kokoh, indah dan berwibawa. Dialah kini yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Laut Selatan.
Sumber: Buku Dongeng Putri Salju
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar