Pada suatu ketika, hiduplah seorang raksasa yang besar dan buas. Penduduk setempat menyebutnya Tulap dan istrinya disebut Inania. Pekerjaan mereka adalah berburu manusia yang memasuki hutan yang menjadi kawasan tempat tinggalnya. Manusia-manusia buruan itu akan dijadikan makanan dan santapan mereka sehari-hari.
Pada suatu hari, ketika Tulap sedang berkeliling hutan mencari mangsa. Bertemulah ia dengan seorang laki-laki tua yang sedang mencari kayu bakar. Tulap menegur laki-laki itu,"Hai lelaki Tua, apakah yang kamu lakukan di dalam hutan ini?"
Dengan gemetaran lelaki itu menjawab,"Aaa... aku sedang mencari kayu bakar."
Lalu tertawalah raksasa yang menyeramkan itu, "Maukah kau ikut aku? Kamu tidak usah takut kepadaku. Aku akan mengajakmu mencari burung untuk santapan siang kita."
Karena takut raksasa itu akan marah dan memangsanya, maka ia terima ajakannya itu. Maka berangkatlah mereka.
Mereka berjalan bersama, lelaki tua di depan dan si Tulap di belakang. Selama di perjalanan perasaan takut laki-laki tua itu tidak terkirakan. Karena, setiap saat si raksasa itu akan dapat memangsanya dari belakang. Namun, syukurlah hal itu tidak terjadi sampai ia menemukan sebuah peniti dan jarum di perjalanan. Tulap menyuruhnya untuk memungut kedua benda itu untuk dibawa pulang. Lalu, mereka melanjutkan kembali perjalanan mendaki gunung, menuruni jurang dan lembah, bahkan menyeberangi sungai besar dan kecil.Pada suatu tempat, mereka menemukan seonggok kotoran manusia. Lalu Tulap menyuruh laki-laki tua itu untuk membungkusnya dan membawanya pulang untuk makanan ternak katanya.
Perjalanan pun dilanjutkan semakin jauh sehingga seluruh tubuh mereka terasa penat. Akhirnya Tulap mengajak laki-laki tua itu untuk beristirahat di bawah pohon yang rindang. Ketika mereka sedang duduk santai, terlihatlah oleh Tulap sebatang kayu pemukul yang biasa digunakan untuk pemukul sagu. Tulap pun memerintahkan laki-laki tua itu untuk memungutnya dan membawanya pulang. Setelah itu, perjalanan pun dilanjutkan kembali ke tengah hutan yang lebat.
Ketika Tulap hendak melangkahkan kakinya, hampir saja ia menginjak seekor tikus jantan yang besar dan berekor putih. "Hei, tikus. Mau kemakah engkau?" tanya Tulap.
Tikus sangat terkejut mendengar suara menggelegar itu. Ia menjawabnya," Aku hendak mencari makanan untuk istriku."
Oh, kalau begitu, kamu sebaiknya ikut saja denganku. Kamu pasti akan mendapat makanan banyak." Tulap merayu. akhirnya Tikus menyetujui ajakan itu dan ia berangkat bersama mereka.
Tidak seberapa jauh mereka berangkat, bertemulah mereka dengan seekor lipan. Di ajaknya pula lipan itu bergabung dengan mereka. Kini mereka berjalan berempat. Tulap di depan, disusul lelaki tua, tikus dan terakhir lipan.
Kira-kira lima puluh meter berjalan, terdengarlah bunyi seekor burung. Wah, ini makanan yang enak, pikir mereka. Namun, sayang burung itu sedang mengeram dalam sarangnya. Tanpa berpikir lama segera si Tulap membujuk burung itu untuk bergabung bersama mereka. "Biarlah kau nanti bertelur di rumahku saja," Burung itu tertarik dan akhirnya bergabung bersama mereka. Mereka kini berlima dan perjalanan mereka semakin jauh. Tulap kelihatan sudah semakin loyo dan jalannya sudah lambat. Ia mengeluh lapar karena belum menyantap daging manusit. Ketika siang tiba mereka tiba di suatu tempat yang menyeramkan, jurangnya sangat terjal dan dalam, sepi dan mengerikan. Tulap pun memerintahkan kepada lelaki tua, lipan, tikus, dan burung untuk segera pulang ke rumahnya. Ia akan menyusul setelah ia mendapatkan santapannya, seorang manusia.
Sementara mereka melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Tulap, timbul rasa curiga mereka kepada raksasa buas itu. Mereka yakin raksasa itu kelak akan menyantap daging mereka juga setelah sampai di rumahnya. Oleh karena itu segera mereka berunding untuk mengatur siasat agar mereka terhindar dari marabahaya.
Sementara itu Tulap memasuki hutan kembali untuk mencari mangsanya. Di tengah hutan ia bertemu dengan seorang pemburu yang berperawakan gemuk. Segera saja pemburu itu ditangkapnya dan dibunuh untuk dijadikan santapannya. Selesai makan dan kenyang, ia kembali pulang ke rumah menyusul teman-temannya tadi.
Sebelum Tulap tiba kembali ke rumahnya, keempat temannya telah sepakat untuk memusnahkan Tulap. Ketika mereka mendapati rumah Tulap kosong dan istrinya tidak ada di dalam, maka mereka dengan segera menyusun rencana dengan matang. Tikus mendapat tugas menggigit telinga Tulap ketika ia tidur, lipan bertugas menjepit tangannya ketika Tulap membasuh muka di perian, burung bertugas memadamkan lampu dan mengepak-ngepakkan sayapnya agar debu memasuki mata Tulap. Sedang si lelaki tua akan meletakkan onggokan kotoran manusia di depan pintu agar ketika Tulap keluar ia akan terpeleset jatuh dan akan segera ia pukul kepalanya dengan kayu pemukul yang dibawanya dari hutan.
Setibanya di rumah, segera Tulap mencari tempat tidurnya. Ia ingin beristirahat karena lelah dan perutnya sudah kenyang. Kemudian, terdengarlah dengkurannya yang keras. Pada saat itu mereka langsung melaksanakan tugas masing-masing. Pertama-tama tikus menggigit telinga Tulap sehingga ia beranjak kaget dari tempat tidurnya. Sewaktu ia meloncat, tanpa disadarinya tubuhnya tertusuk peniti dan jarum yang diletakkan di atas tempat tidurnya. Lalu, ia mengerang kesakitan sambil mencoba berdiri untuk membasuh mukanya di perian. Namun sayang, ketika ia berdiri tiba-tiba lampu padam karena kena kepakan sayap burung. Dengan meraba-raba Tulap akhirnya mendapatkan pintu keluar Tapi sial, ketika ia mau menginjakkan kakinya ke luar rumah, ia menginjak onggokan kotoran manusia dan terpeleset. Si laki-laki tua segera bertindak cepat, ia langsung memukul kepala Tulap berkali-kali. Tulap menjerit-jerit kesakitan, tak lama kemudian matilah ia dengan kepala remuk.
Sumber: Buku Cerita Rakyat Sulawesi Utara (Lawongo, Keberanian sejati, membunuh raksasa)
Penyusun: M.Yudhistira
Gambar: Irsyadul Anam
Penerbit: Mitra Cendekia Surabaya
Post Top Ad
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar