Kerajaan Medangkamulan yang terletak di Jawa Tengah sangat terkenal di seluruh Nusantara karena kesuburannya. Rajanya terkenal sabar dan bijaksana. Baginda mempunyai seorang putri yang sangat cantik. Dewi Nawangwulan namanya. Banyak raja dan pembesar yang menginginkannya, namun belum ada yang berkenan di hati sang putri.
Kabar kecantikan Dewi Nawangwulan terdengar pula kepada Prabu Adidarma, seorang raja muda yang sakti. Walaupun kabar kecantikan Dewi Nawangwulan itu sudah tersiar kemana-mana, namun Parbu Adidarma sendiri belum pernah melihatnya. Maka, timbul di hatinya untuk menyaksikan kecantikan Dewi Nawangwulan. Dipanggilnya jin raksasa kepercayaannya melalui suling sakti. Ditiupnya suling sakti itu, lalu muncullah jin raksasa itu untuk mengangkat Dewi Nawangwulan dari peraduannya.
Malam hari, ketika Dewi Nawangwulan sedang nyenyak tidur. Ia diangkat oleh jin raksasa dan dibawa ke hadapan Prabu Adidarma. Betapa terkejutnya hati Dewi Nawangwulan setelah sadar dari tidurnya, mengetahui dirinya berada di tempat lain. Di depannya berdiri satria gagah yang belum pernah dikenalnya. Ksatria gagah itu memperkenalkan dirinya sebagai Prabu Adidarma. Dalam hati Dewi Nawangwulan sangat marah. "Lancang benar raja ini." walau hatinya kecut, namun ia berusaha tetap tersenyum.
Prabu Adidarma sangat terpesona melihat kecantikan Dewi Nawangwulan. Katanya Dewi Nawangwulan "Aku bermaksud meminangmu Dewi Nawangwulan, bagaimana pendapatmu?"
Dewi Nawangwulan menjawab, "Hamba tidak berkeberatan Tuanku, hanya saja hamba merasa heran bagaimana bisa terjadi hamba sampai di sini?"
Prabu Adidarma tersenyum. Tanpa menaruh curiga diceritakan yang dialami oleh Dewi Nawangwulan serta rahasia suling sakti.
"Bolehkah hamba meminjamnya," kata Dewi Nawangwulan selanjutnya. Tentu saja Dewi Nawangwulan tidak mengalami kesulitan untuk memperolehnya.
Setelah mendapatkan suling sakti Dewi Nawangwulan memanggil jin raksasa. Lalu diperintahkan untuk membawa dirinya kembali ke Medangkamulan. Terperanjat hati Prabu Adidarma mengetahui akal Dewi Nawangwulan. Baginda sangat murka dan merasa sangat tertipu. Kemudian dikenakannya ketopong ajaib. Dalam sekejab Baginda tidak terlihat oleh mata biasa. Baginda menuju istana Medangkamulan menemui Dewi Nawangwulan. Prabu Adidarma berteriak-teriak mengancam Dewi Nawangwulan.
Mendengar ancaman itu Dewi Nawangwulan merasa takut. Ia mengenal suara itu adalah suara Prabu Adidarma. Maka katanya,"Hamba merasa bersalah Tuan, perkenankanlah hamba sujud di hadapan Paduka." Mendengar perkataan Dewi Nawangwulan yang lemah lembut itu, luluhlah murka Baginda. Dilepaskan ketopong ajaib yang dikenakannya, maka terlihat jelas Baginda berdiri di hadapan Dewi Nawangwulan. Ucap Dewi Nawangwulan, "Benar-benar Paduka adalah raja sakti. Rahasia apakah gerangan yang membuat paduka dapat menghilang?"
"Ha, ha, ha, ha, ha ... hanya ini yang dapat membuatku tak terlihat olehmu." Paduka tertawa gembira sambil menunjukkan ketopong ajaib di tangannya. Dewi Nawangwulan menerima ketopong itu lalu dikenakan dikepalanya. Dalam sekejab Dewi Nawangwulan tak terlihat oleh Prabu Adidarma. Sambil menghilang Dewi Nawangwulan meniup suling sakti. Jin raksasa itu diperintahkan untuk membawa Prabu Adidarma ke tengah hutan lebat. Perintah itu segera dilaksanakan oleh jin raksasa.
Di tengah hutan belantara, Prabu Adidarma hidup sengsara. Tidak ada makanan yang bisa disantap. Tidur tak menentu dan sewaktu-waktu dapat diserang binatang buas. Makin hari tubuh Baginda makin kurus. Pakaian yang dikenakan sudah tak utuh lagi karena tersentuh onak dan duri.
Pada suatu hari, Baginda menemukan sebuah pohon yang berbuah agak lebat. Karena hausnya, tanpa pikir panjang, Baginda menyantap buah yang berwarna hijau. Tidak lama kemudian kepalanya terasa pusing. Baginda kemudian tertidur. Ketika terjaga dari tidurnya ada suatu perasaan aneh yang menjalar di mukanya. Dirabanya dahi yang merasa gatal. Alangkah terkejut hati Baginda setelah diketahuinya dahinya bertanduk, seperti kerbau.
Hati Baginda amat masygul, memikirkan keadaan dirinya. Karena begitu laparnya, Baginda tak menghiraukan tanduk di kepalanya. Diambilnya lagi jambu yang berwarna merah, lalu disantapnya. Rasa lapar hilanglah sudah, namun ada keajaiban yang terjadi. Tanduk kini hilang. Kini Baginda mengerti bahwa bila memakan buah yang berwarna hijau akan keluar tanduk di kepala, dan bila memakan buah yang berwarna merah akan hilang tanduk itu. Betapa gembira hati Paduka setelah memikirkan hal itu. Di ambilnya buah itu masing-masing yang berwarna merah maupun yang hijau, lalu cepat-cepat mencari jalan keluar dari hutan belantara. Tempat yang dituju yaitu Medangkamulan.
Sampai di Medangkamulan, Baginda menemui dayang-dayang istana. Kepada dayang-dayang itu diberikan jambu yang berwarna hijau. "Katakan kepada Tuan Putri bahwa ini hasil kebunku sendiri. "Tanpa menaruh curiga dayang-dayang itu membawa buah yang diberikan Prabu Adidarma kepada Tuan Putri. Dewi Nawangwulan merasa gembira mendapatkan buah itu, tanpa pikir panjang dimakannya buah yang segar itu. Tak lama kemudian kepala Dewi Nawangwulan terasa pening dan mengantuk.
Ketika Dewi Nawangwulan terjaga dari tidurnya. Ia terperanjat melihat kenyataan, kepalanya bertanduk. Ia menangis tak henti-hentinya karena menahan malu. Berhari-hari Putri berduka, tak mau makan, maupun minum. Ia mengurung diri dalam kamar. Makin hari badannya makin kurus sehingga gering.
Mendengar putrinya gering. Paduka Raja Medangkamulan sangat berduka. Dipanggilnya tabib yang pandai untuk mengobati putrinya, namun kesemuanya tak dapat menghilangkan tanduk sang putri. Lalu Baginda mengumumkan sayembara. "Barangsiapa yang dapat menghilangkan tanduk sang putri hingga pulih keadaannya seperti sediakala, bila wanita akan diangkat sebagai saudara, bila laki-laki akan menjadi suami Dewi Nawangwulan.
Sejak diumumkan sayembara, berdatangan para cerdik pandai, pertama, raja-raja yang datang untuk mencoba mengobati sang putri. Namun, usaha mereka gagal. Dewi Nawangwulan semakin kurus dan keadaannya sangat menyedihkan. Segera Prabu Adidarma merasa kasihan, lalu mengikuti sayembara. Tidak ada orang yang mengenalinya karena penampilannya yang sangat sederhana.
Tiba di peraduan sang putri, Baginda menyerahkan buah berwarna merah untuk dimakan. Mula-mula ia ragu-ragu. Tetapi karena ingin cepat sembuh maka diturutinya apa perintah tabib yang mengobatinya. Tidak begitu lama, keajaiban terjadi. Tanduk sang putri berangsur hilang. Sang putri sembuh kembali.
Baginda Raja Medangkamulan merasa sangat berbahagia. Dipanggilnya tabib yang dapat mengobati Dewi Nawangwulan, lalu sabdanya, " Siapakah sebenarnya engkau Ki Sanak? Kesaktianmu sungguh luar biasa." Prabu Adidarma tak dapat berbohong kepada raja. Ia mengaku terus terang. Baginda bertambah gembira karena akan bermenantukan seorang Raja yang sakti.
Mendengar pengakuan Prabu Adidarma, Dewi Nawangwulan menjadi malu serta merasa bersalah sampai akhir hayatnya.
Kesimpulan
Bila kita memperdaya orang lain, kita sendiri akan mendapat kesengsaraan.
Sumber: Buku Putri Limaran, Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah
Penulis: Sri Sulistyowati
Penerbit: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar