Cerita Kancil dan Siput - Blog Oblok Oblok

Hot

Post Top Ad

Cerita Kancil dan Siput

Cerita Kancil dan Siput
Pagi itu udara amat cerah. Di pinggir sungai masih tampak kecipak-kecipak air menunjukkan bahwa ikan-ikan masih sibuk bermain dan mencari makan. Setelah itu, air sungai semakin surut dan ikan-ikan mulai menghilang dari permukaan air. Mungkin mereka bersembunyi atau berlindung di balik akar-akar pohon enau.

Di pinggir sungai tampak bermunculan beberapa ekor siput. Mula-mula sedikit jumlahnya, tetapi lambat laun semakin banyak. Menjelang puncak pasang surut, jumlah siput di pinggir sungai itu sudah mencapai ribuan ekor. Ada yang besar, ada pula yang kecil. Tentunya yang besar adalah para pemimpin dan yang paling besar adalah raja siput.

Suatu ketika, sang raja sangat memerlukan kehadiran dan bantuan para bawahannya. Oleh karena itu, dipanggilnya seluruh bawahannya untuk berkumpul dan rapat di suatu tempat yang sudah ditentukan. Kemudian sang raja siput berujar;
"Saudara-saudaraku, dengarlah seruanku ini! Hari ini aku meminta saudara-saudara bersiap dan berjaga-jaga karena tidak berapa lama lagi seekor makhluk bernama kancil akan melewati daerah perkampungan kita ini."

"Bagaimana rupanya Tuan? Aku belum pernah melihat wajahnya sekalipun," tanya salah seekor siput.

"O, kalau begitu tunggu saja di sini. Jika tidak ada halangan, sebentar lagi binatang itu akan lewat melewati kampung kita ini. Tentu saja engkau dapat menyaksikannya," jawab sang raja.

Seekor siput lain menyela, "Apakah kelebihan binatang itu sehingga kita perlu memperhatikannya?"

"Begini saudara-saudara," sahut sang raja. "Kancil itu binatang yang cerdik, beberapa ekor binatang hutan sudah ia tipu. Sekarang, ia sedang kemari untuk mencari mangsa berikutnya. Tampaknya ia ingin menjadi raja di antara segala binatang yang ada di dunia ini."

Suasana hening seketika. Sesaat kemudian tampak perbedaan sikap di antara para bawahan terhadap penjelasan yang baru saja disampaikan sang raja siput. Ada yang termenung. Ada yang keheran-heranan seakan-akan tidak mempercayai kebenaran kecerdikan kancil itu. Ada pula yang bersikap menantang, ingin membuktikan sampai dimana kecerdikan akal yang dimiliki kancil, Selanjutnya, raja siput memerintahkan para bawahannya untuk memerintahkan seluruh anak buahnya menyembunyikan diri di dalam lumpur.

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar bunyi makhluk aneh. Suaranya seperti suara anak kambing yang sering makan rumput membuntuti ibunya di pinggir sungai. Pemimpin siput memperhatikan keadaan sekitarnya. Memang benar, seekor makhluk kecil bertubuh ramping dan bertelinga panjang melompat dari pinggir sungai ke daratan. Rupanya dia baru saja melepaskan dahaga. Sambil membawa sekuntum bunga, dia berjalan menuju perkampungan siput. Jalannya gagah, bagai panglima pulang dari menang perang.

"Hai, apa kerjamu berkumpul di sini? Apakah engkau tidak mengetahui bahwa yang berjalan di hadapanmu ini adalah raja paling cerdik di dunia. Yang lebih dikenal dengan sebutan kancil yang cerdik!".  

Siput-siput di pinggir sungai itu berdiam diri, mereka memperhatikan sikap pongah dan takabur dari sang kancil. Tidak lama kemudian, dia berujar lagi, semua jenis binatang di dunia ini sudah mengakui dan menghormati aku sebagai binatang paling cerdik. Oleh karena itu, sewajarnya kalau kalian mengakui dan menghormati aku."

Kemudian raja siput berkata," Hai saudara kancil. Siapakah engkau ini sebenarnya? Berapa ekor hewan hutan yang telah engkau perdaya?"

Sambil berdiri dengan gagah, si kancil menjawab, "Aku bukan penipu, Aku ini binatang yang cerdik. Dengan akalku yang cerdik, aku bisa mengatasi kesulitan hidup. Aku bisa menghindari bahaya yang mengancam. Dan, aku bisa menaklukkan binatang-binatang hutan seperti gajah, harimau, bahkan manusia sekalipun."

"Hai kancil, coba engkau ceritakan bagaimana caranya binatang dan manusia bisa engkau perdaya?" tanya seekor siput.

"Begini caranya, "si kancil mulai bercerita, "Saat harimau hendak menerkam, kuberi hadiah sebuah tabuhan ajaib. Bila Tabuhan itu dipukul akan menimbulkan suara yang merdu. Tabuhan itu juga tabuhan  larangan. Artinya, tabuhan itu tidak boleh dipukul sembarang waktu. Akan tetapi, dasar harimau binatang bodoh. Tanpa perhitungan lantas dipukulnya sarang tabuhan (bintang penyengat seperti lebah) itu, sehingga dia akhirnya mati disengat binatang yang banyak itu."

"Lalu, bagaimana pula cara engkau memperdaya manusia?" sela seekor siput lainnya.

"Itu gampang sekali," jawab si kancil. Sewaktu aku tertangkap oleh seorang pemburu, aku perintahkan sahabatku lalat untuk terbang dan hinggap di sekitar tubuhku. Si pemburu menyangka aku sudah mati. Lalu, aku ditinggalkan begitu saja di pinggir hutan."

"Nah, cukup," kata siput itu. Kemudian, sang raja siput berujar, "Hai kancil, sekarang kami ingin bukti bahwa engkau benar-benar binatang yang cerdik."

"Mau apa engkau?" sergah sang kancil.

"Aku ingin berlomba. Siapa diantara kita yang paling cepat lari dari sini hingga ke hulu sungai," kata raja siput.

"Ah, bukan ukuranmu yang bisa melawan aku. Engkau binatang kecil, jalanmu pun sangat lamban, apalagi di sungai berlumpur. Mana mungkin engkau mampu mengalahkan aku," sahut kancil dengan sombong.

"Mungkin saja, mengapa tidak?" jawab raja siput.

Kalau begitu kehendakmu, baiklah. Bersiap-siaplah engkau besok pagi," kata sang kancil sambil melompat-lompat ke dalam hutan.

Pagi-pagi benar, pada hari berikutnya, raja siput sudah menampakkan diri dari sela-sela lumpur. Tidak berapa lama, tampak pula para bawahannya.

"Saudara-saudara, sesuai dengan rencana bahwa sebentar lagi kita akan mengikuti dan menyaksikan perlombaan lari dengan si kancil. Untuk itu, saya perintahkan saudara membuat barisan memanjang sepanjang sungai ini. Si kancil berlari di daratan, sedangkan kita berbaris di sungai. Apabila si Kancil mulai berlari dan memanggil kita, saudara yang didepannya harus menjawab, Uuuu, Bagaimana, setuju?"

"Setujuuuu!" jawab siput-siput yang lain.

Setelah itu beranjaklah mereka masuk ke dalam sungai, mematuhi perintah sang raja.

Tepat pada waktunya, datanglah si kancil. Dia menuntut agar perlombaan segera dimulai. Raja siput yang sudah lama bersiap segera beringsut ke pinggir sungai. Sementara itu, beberapa ekor siput yang lain berada di pinggir sungai ingin menyaksikan perlombaan itu.

"Satu, dua, tigaaaa!" si kancil memberi komando tanda perlombaan di mulai. Dengan sigap dia melompat, berlari sekencang-kencangnya. Setiap lima puluh langkah, dia berseru, "Di mana engkau siput?"

"Uuuu., uuuu!" jawab siput yang berada di depannya. Si kancil semakin mempercepat larinya. Lalu terdengar lagi si kancil berseru, "Di mana engkau siput?"

"Uuuu, uuuu ...! kembali terdengar jawaban siput telah berada di depannya.

Si kancil menjadi marah dan kian memperkuat larinya. Setiap kali dia berseru, selalu dijawab oleh siput yang telah berada di depannya. Demikian seterusnya. Si kancil tidak dapat mengalahkan siput dalam perlombaan itu. Dia tidak dapat menerka taktik yang dipakai oleh raja siput dan anak buahnya. Akhirnya, dia merasa kelelahan. Sambil menggerutu dengan napas terengah-engah, sang kancil pun berkata, "Hai siput, mulai hari ini aku nyatakan bahwa engkaulah binatang paling cerdik dan dapat mengalahkan aku, selamat tinggal!"

Setelah itu, kancil pun melompat dan lari menghilang dari perkampungan siput. Sekarang, tinggallah siput-siput berbuntut panjang itu bergembira ria, memuji-muji diri mereka yang telah bekerja keras, bergotong royong, serta dapat membina persatuan dan kesatuan. Di setiap tempat, di mana pun siput berada, mereka suka sekali memuji diri. Siput-siput itu menjadi pandir kemenangan dan kelebihannya

Kesimpulan
 Orang yang suka memuji diri sendiri menurut peribahasa Bengkuli dikatakan "Bagai siput memuji buntut". Sifat sombong dan takabur adalah sifat yang tidak baik dan merugikan diri sendiri. Sifat suka bekerja keras, bergotong royong, dan dapat membina persatuan dan kesatuan merupakan modal kekuatan untuk mengalahkan lawan. Jangan terlalu cepat mengatakan "Kita hebat" mungkin masih ada orang lain yang lebih dari kita. 


Sumber: Buku Cerita Rakyat Dari Bengkulu
Oleh: H. Syamsuddin ZA, M. Ikram, Zaharuddin, M. Halimi, Zainuddin Yusuf
Penerbit, PT. Grasindo, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad