Ada seorang panglima perang bernama Wire tinggal di desa Kramuderu. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Caadara. Wire sangat senang dan bangga pada anak laki-lakinya itu. Ia berharap, setelah dewasa Caadara dapat menggantikan kedudukannya sebagai panglima perang yang tangguh. Oleh karena itu, sejak kecil Caadara dilatih bela diri dan ilmu perang.
Pada masa kanak, kelincahan Caadara telah melebihi teman sebayanya. Dia tumbuh dewasa, sangat tampan dan gagah. Kelincahan Caadara telah melebihi teman sebayanya. Kelincahan dan kepandaiannya pun semakin bertambah. Wire melihat perkembangan anaknya dengan sangat senang. Katanya," Aku yakin anakku akan menjadi panglima yang terkenal."
Pada suatu hari. Wire ingin menguji kepandaian anaknya. Ia menyuruh Caadara berburu ke hutan yang letaknya tidak jauh dari desa.
"Anakku, hari ini engkau harus berburu ke hutan yang terletak di dekat sebuah sungai, dekat danau,' kata Wire.
Caadara sangat senang mendapat perintah dari ayahnya. Ia segera mengumpulkan sepuluh orang teman dan merencanakan perburuan itu selama tujuh hari. Setelah persiapan selesai, Caadara mengajak kesepuluh temannya itu untuk berangkat berburu.
Rombongan Caadara berangkat ke hutan melalui jalan setapak dan kadang-kadang menembus semak belukar. Setelah sampai ditempat perburuan, mereka beristirahat sebentar sambil mengadakan persiapan.
Di tempat perburuan itu ternyata banyak binatang buruan sehingga mereka berhasil menombak beberapa ekor binatang. Mereka berburu setiap hari. Pada hari pertama sampai dengan hari keenam tidak ada rintangan yang berarti. Pada hari ketujuh, para pembantu Caadara terkejut karena mereka melihat seekor anjing pemburu. Mereka segera melaporkan hal itu kepada Caadara. Caadara menangkap firasat adanya bahaya yang mengancam. Katanya," Anjing pemburu itu memberi tanda bahwa bahaya sedang mengancam kita."
Caadara memerintahkan keenam perwiranya untuk bersiaga penuh dalam menghadapi musuh yang belum diketahui dari mana arahnya itu. Mereka segera menyiapkan busur, anak panah, kayu pemukul, dan beberapa alat perang lainnya.
"Tetaplah menjaga kewaspadaan karena sewaktu-waktu musuh dapat menyergap kita," kata Caadara mengingatkan.
Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, Caadara dan anak buahnya berjemur diri untuk menghangatkan tubuh. Tiba-tiba terdengar pekikan keras yang menakutkan. Para pembantu Caadara pun ketakutan. Akan tetapi, Caadara dan keenam perwiranya tenang-tenang saja. Mereka tetap waspada. Kemudian, Caadara segera memerintahkan rombongannya untuk membuat benteng pertahanan.
"Kawan-kawan, marilah kita menuju tanah lapang berumput rimbun yang ditumbuhi semak belukar. Kita buat benteng pertahanan di sana sehingga kita dapat menangkis serangan musuh dan dapat menghancurkannya."
Tanpa banyak komentar, perwira-perwira itu segera berlari ke tempat yang ditunjuk pemimpin mereka. Mereka segera membuat benteng pertahanan yang kuat.
Tiba-tiba muncul lima puluh orang suku kuala sambil berteriak-teriak. Caadara dan para perwiranya tidak terpengaruh teriakan-teriakan itu. Musuh semakin dekat dan suasana semakin tegang. Kelima puluh musuh itu berlari menyerang Caadara dan anak buahnya dengan tombak dan tongkat pemukul. Caadara memimpin pertempuran itu dengan semangat tinggi. Pertempuran pun semakin seru. Mereka saling serang untuk menjatuhkan lawan.
Caadara mempunyai kepandaian luar biasa dalam berperang. Ia bertempur tanpa menggunakan perisai tetapi menggunakan parang dan alat pemukul untuk merobohkan lawannya. Dalam waktu singkat dia berhasil merobohkan dua puluh musuh. Pasukan musuk semakin tidak sanggup menghadai keberanian Caadara dan anak buahnya. Akhirnya, musuh yang berjumlah lima puluh orang itu sisa lima orang. Mereka berlari menyelamatkan diri.
Berkat keberhasilannya mengalahkan musuh, Caadara makin disegani anak buahnya. Mereka bangga mempunyai panglima seperti Caadara. Tidak henti-hentinya mereka mengelu-elukan Caadara. Seisi kampung menjadi gempar mendengar berita kemenangan Caadara dan anak buahnya. Ayah Caadara sangat terharu mendengar berita itu, tidak terasa air matanya berlinang.
"Aku bangga dan senang mempunyai anak seperti engkau. Engkau pasti dapat menggantikanku sebagai panglima. Kaulah yang pantas menggantikanku," bisik Wire sambil merangkul anaknya.
Malam itu Caadara disambut pesta besar karena kemenangannya.Selain itu, juga diadakan persiapan untuk menyerang suku Kuala karena mereka telah menyerang Caadara.
Keesokan harinya Caadara yang perkasa itu diberi anugerah berupa kalung terbuat dari gigi binatang, bulu kasuari yang dirangkai indah, dan diperindah lagi dengan bulu cendrawasih di tengah-tengahnya. Pemberian hadiah itu dilakukan dalam upacara yang sangat meriah. Selain itu, Caadara juga mendapat hadiah dua belas burung cenderawasih.
Sejak itu masyarakat mempelajari taktik perang Caadara. Taktik perang diberi nama Caadara Ura. Taktik perang itu meliputi cara melempar senjata, berlari, menyerbu dengan senjata, seni silat jarak dekat dan cara menahan lemparan kayu . Sampai sekarang Caadara menjadi pahlawan yang dibanggakan masyarakat Kiman di Papua.
Kesimpulan
Dongeng ini mengisahkan keberanian dan kepahlawana Caadara dalam menghadapi laskar dari suku Kuala. Berkat keberanian dan kepemimpinannya dalam bertempur, namanya masih dibanggakan masyarakat Kiman sebagai pahlawan sampai sekarang.
Pelajaran yang dapat kita petik dari dongeng ini adalah seorang pemimpin yang baik, namanya akan tetap dikenang.
Sumber:
Buku Cerita Rakyat dari Irian Jaya
Oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto
Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Post Top Ad
Caadara, Pahlawan Masyarakat Kiman, Papua
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar