Dahulu kala, hiduplah seorang pembakar kayu miskin, ia mempunyai tiga orang anak wanita. Yang paling tua bernama Farida, yang tengah bernama Semina dan yang terakhir Soyria. Ibu mereka telah lama meninggal dunia.
Seperti biasanya, setiap malam mereka duduk-duduk di dekat perapian, menunggu sang ayah pulang dari hutan. "Sssst!" kata Farida." Apa kalian mendengar sesuatu.
Baru saja kata-kata itu keluar dari mulut Soyria, sebuah bayangan besar muncul di jendela.
"O, seekor beruang, masuklah." kata Soyria.
Beruang itu duduk dekat perapian. Badannya menggigil gemetaran.
"Saudaraku, berikanlah sop pada beruang itu." kata Soyria.
Dengan lahap, Sop itu dimakannya. "Terima kasih," kata beruang itu. "Sekarang aku harus kembali ke gua, nanti aku kembali lagi.
Ketika hari hampir gelap, Pembakar Kayu itu pun pulang. Ia sangat khawatir pada ketiga putrinya, karena ia melihat banyak jejak beruang menuju arah gubuknya.
"Jangan takut, Ayah, tadi beruang itu kemari, ia berbicara kepada kami. Karena kedinginan, maka kami berikan ia sop panas," kata Farida.
"Mana mungkin seekor beruang bisa berbicara dan makan sop? Kalian pasti sedang bermimpi" kata sang ayah keheranan.
"Hai, Anak-anakku, kalau salju terus menerus turun seperti ini, kita bisa mati kelaparan, karena kita tidak dapat mencari kayu di hutan?"
"Jangan khawatir, Ayah," kata Soyria." Kami bertiga akan mencari kayu hari ini. Ayah diam saja di rumah, karena ayah sedang sakit."
Meskipun Pembakar kayu itu melarang, mereka tetap pergi ke tengah hutan. Akhirnya tibalah waktu malam. Namun, mereka baru mendapatkan kayu sedikit, sementara salju semakin tebal menutupi kaki mereka." Saudaraku, itu ada gua, Mari kita berteduh." ucap Farida.
Di Gua itulah, kemudian mereka tidur. Pagi harinya, ketika bangun, mereka melihat sudah ada api unggun dan semangkuk susu. Mereka mencari-cari orang di sekitar gua itu, tetapi tidak ada. Ketika mereka mau meninggalkan gua itu. "Lihat, itu beruang yang pernah datang ke pondok kita. Dia membawa setumpuk kayu di punggungnya." teriak Semina.
"Selamat pagi, Beruang!" sapa mereka. "Sangat senang bertemu kau kembali." Apakah kau yang membuat api unggun dan menyediakan kami semangkuk susu hangat?"
"Ya," kata beruang itu. "Bukankah kalian pernah memberiku semangkuk sop panas, ketika aku kedinginan dan gemetar? Aku hanya ingin membalas kebaikan kalian."
"Baiklah, Sang Beruang, sekarang kami harus pergi. Kami harus masuk ke hutan lagi untuk mencari kayu, karena kemarin kami hanya dapat sedikit," kata Farida.
"Tak usah." kata beruang itu. "Bawa saja kayu ini ke rumah kalian. Biar kuantar."
Ketika sampai di rumah Semina berteriak, "Ayah, ini kami. Semalam kami berlindung di gua Beruang ini."
"Lihatlah kayu yang kami bawa. Semua ini dia yang mencari," tambah saudaranya.
Orang tua itu sama sekali tidak percaya. Ia yakin bahwa beruang ini pasti bukan beruang biasa, karena ia dapat berbicara.
"Terima kasih, Beruang yang Baik." kata Si Pembakar Kayu itu kepada Beruang ketika hendak kembali ke gua.
Suatu hari, datanglah ke pondok mereka beberapa pemburu.
"Apa kau melihat seekor beruang hitam besar di sekitar sini? Kami mengejarnya beberapa jam yang lalu, tetapi ia menghilang." kata salah seorang dari pemburu itu.
"O, tidak,! Kami tidak melihatnya lewat di sini." kata Farida dengan berani.
"Ayo, kita pergi dari sini." kata kepala pemburu itu.
Setelah mereka pergi, ketiga anak wanita itu saling berpegangan tangan ketakutan. " Oh, Beruang yang malang, bagaimana nasibmu?"
"Anak-anakku, hanya ada jalan yang dapat kita lakukan, yaitu menemui Beruang itu dan membawanya ke mari, lalu kita sembunyikan sampai para pemburu itu pulang ke kota." kata si Pembakar Kayu itu ketika pulang dari hutan.
Bersamaan dengan itu terdengarlah suara ketukan. Ketika dibuka, ternyata beruang yang datang. "Pemburu mengejarku" kata Beruang itu sambil terengah-engah.
"Jangan takut, Beruang yang baik," kata si Pembakar kayu. "Masuklah ke dalam lemari ini. Jangan keluar sebelum kami mengeluarkanmu."
Tanpa membuang-buang waktu lagi, masuklah Beruang itu ke dalam lemari. Sementara itu, diluar mereka mendengar suara teriakan dari para pemburu. "Cepat, masukkan kayu ini ke dalam api. Buatlah agar asapnya banyak." kata si pembakar kayu.
Dengan segera, ketiga Puterinya pun memasukkan kayu ke dalam api, sementara Orang Tua itu keluar menemui para pemburu itu. "Hai orang tua," teriak pemburu yang duduk di atas kuda. "Apa kau melihat seekor beruang? kulihat jejaknya ada di sekitar pondok ini?"
Asap mulai keluar dari jendela dari cerobong asap pondok itu. Asap itu menyebabkan anjing-anjing tak bisa menciumi bau jejak.
"Aku tak bisa mendengar Tuan," kata si pembakar kayu itu.
"Aku baru pulang dari hutan mengumpulkan kayu, dan anak-anakku sedang membakar kayu."
"Apa kau melihat beruang di sekitar sini?" tanya pemburu itu lagi dengan keras. Tetapi, orang tua itu pura-pura tidak mendengar. Sementara, anjing-anjing itu telah kehilangan penciumannya. Asap semakin mengepul dan mengganggu pemburu tersebut.
"Ayo, kita pergi. Percuma bicara dengan orang tua itu." kata pemburu itu, sambil pergi dengan marah-marah dan tidak kembali-kembali lagi.
"Kita sudah aman." bisik si pembakar kayu. " Mari kita keluarkan beruang itu."
Ketika mereka membuka pintu lemari, Beruang itu jatuh ke lantai. Mereka sangat takut, karena Beruang itu sepertinya sudah mati. Lalu, mereka mengangkat Beruang itu ke Dapur, dan menyiramnya dengan air. Mereka menunggu Beruang itu sadar. Akhirnya, Beruang itu bergerak sedikit demi sedikit dan bangun dengan pelan.
"Dia hidup!" teriak Soyria, sambil tangannya memegang pundak Beruang itu. Mereka sangat senang melihat Beruang itu hidup kembali.
"Aku harus pulang sekarang," katanya. "terima kasih, kalian telah menyelamatkan hidupku."
Selang beberapa hari, datang pula ke pondok itu dua orang laki-laki. Namanya Daud dan Ahmad.
"Maaf, pak,"kata Daud. "Dapatkah Bapak memberitahukan, di mana kami ini sekarang. Perampok telah merampas kuda dan uang kami, sehingga kami kehilangan jejak."
Ketika si pembakar kayu itu sedang memberi petunjuk pada kedua orang itu, terdengarlah suara ketukan dari arah pintu. Ternyata, yang datang adalah Sang Beruang. Melihat Beruang itu, kedua orang itu berteriak, lalu mereka berpelukan.
"Ini Saudara kami, Mahmud. Ia telah diubah jadi seekor beruang oleh ibu tiri kami yang jahat lima tahun lalu. Sekarang, kami sudah menemukan bubuk ajaib yang dapat mengembalikannya ke bentuk semula." kata Ahmad sambil menaburkan bubuk itu ke badan saudaranya. Dalam sekejap, Beruang itu berubah menjadi manusia.
Si Pembakar kayu dan puteri-puterinya kaget melihat beruang hitam itu berubah menjadi seorang pangeran yang ganteng. Senang sekali para putera raja itu berkumpul kembali. Mereka akan hidup kembali bersama ayah mereka di istana.
Ketika satu bulan berlalu, datanglah sebuah rombongan dari istana ke rumah si pembakar kayu itu,. "Hai, Pembakar kayu yang baik, Raja mengutusku untuk membawamu dan ketiga puterimu ke istana. Ia ingin puteri-puterimu kawin dengan putera-puteranya. Kau dapat hidup dengan damai dan senang bersama mereka di sana."
"Bawalah anak-anakku ke istana," kata si pembakar kayu itu. "Aku hanyalah seorang Pembakar Kayu biasa. Tempatku yang cocok hanya di sini, di hutan ini."
Tiga anak pembakar kayu itu kini menjadi puteri. Mereka hidup bahagia dengan suami mereka di istana. Setiap bulan mereka datang menjenguk dan membawakan hadiah untuk ayah mereka. Kini, ayah mereka dibantu oleh seorang anak yang bertugas membakar kayu dan dua ekor keledai untuk membawa kayu dari hutan dan ke pasar. Ia hidup bahagia sampai akhir hidupnya.
Sumber: Buku Kisah Anak-anak dari Asia Tengah "Orang Bijak dan Muridnya"
Penulis: Males Sutiasumarga
Penerbit: Zikrul Hakim - Jakarta
Post Top Ad
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar