November 2014 - Blog Oblok Oblok

Hot

Post Top Ad

CCTV

17.15 0
Percakapan antara seorang nenek dan cucunya tentang barang-barang yang saat ini mahal.

gambar cctv
Cucu: Nenek sudah tau belum kalau harga bensin naik 2000 rupiah seliter

Nenek: Sudah tau dong cu, nenek sering liat di tipi orang pada demo pingin bensin turun lagi

Cucu: Wah ternyata nenekku yang gaul mengikuti berita juga ya, masalahnya barang-barang jadi ikut naik juga nek.

Nenek: Mau gimana lagi cu, kan mengikuti zamannya harga kebutuhan itu. Dulu pas zaman kamu kecil, nenek kalau pergi ke minimarket bawa uang cuma 500 perak aja bisa beli susu, gula, teh, pasta gigi, coklat, sabun., rokok kakekmu dll.

Cucu: Masak sih nek? barang-barang itu sangat murah nek pas aku kecil?

Nenek: Bukan karena sangat murah

Cucu: Lalu?

Nenek: Ah cu..kalau zaman sekarang mah ga bisa lagi, soalnya semua toko sudah pake CCTV ...

Cucu: Haaaaaaa??? (mata belo)
Read More

Toko Kue Persahabatan

04.04 0
cerita anak, toko kue persahabatan
Sudah seminggu Ajeng tidak masuk sekolah. Katanya Ajeng sudah tiga bulan menunggak uang sekolah. Aku yang teman sebangku Ajeng pun menjadi khawatir. Ajeng itu pintar dan lucu. Sungguh bosan bila Ajeng tidak masuk sekolah.

Siang ini, aku berniat menjenguk Ajeng. Berbekal kertas alamat yang kudapat dari tata usaha, aku naik ojek ke rumahnya. Setelah nyasar hampir setengah jam, akhirnya ketemu juga!

Rumah Ajeng yang kecil terletak di sudut gang yang sumpek. Penerangannya kurang karena tertutup oleh pohon yang lebat daunnya.

Ajeng terlihat kaget saat aku datang. Ia memang tidak pernah mengajak kami main ke rumahnya. Ia terlihat kikuk, namun segera mempersilakan aku masuk.
"Maaf, rumahku kecil. Kamu mau minum?"
Aku menggeleng dengan cepat.
"Ajeng, kamu kapan masuk sekolah? Nggak ada kamu rasanya sepi sekali."
Ajeng yang lucu itu hanya terdiam mendengar pertanyaan-pertanyaanku.
"Aku juga ingin segera sekolah, Ra. Tapi sudah tiga bulan aku tidak bayar SPP. Ibuku belum punya uang."
"Ibumu tidak bekerja?" tanyaku penasaran.
"Ibuku berjualan kue, Ra. Tapi sepi. Sekarang Ibu sedang membersihkan kebun orang. Ibu bekerja apa saja."
"Jualan kue dimana?"
Ajeng menunjuk ke ruang tamu keluarga yang pintunya memang sengaja dibuka. Ada etalase kecil yang sudah berdebu, terisi beberapa potong kue.
Jelas saja sepi, Tidak terlihat dan gelap begini, tak akan ada orang yang tahu kalau ada kue di sini. Kue yang dipajang pun tidak menarik.

Aku mendekati etalase itu. Hanya ada lima potong kue yang dipajang. Ditaruh di piring plastik yang kusam.
"Ambil saja kalau kamu mau, Ra. Biasanya ada beberapa rasa, tapi karena tidak laku, sekarang Ibu hanya membuat satu macam."
"Ini barang jualan, Jeng, biar aku bayar ya," dengan cepat aku selipkan sepuluh ribuan ke saku Ajeng. Ajeng tidak menolak, hanya mengucapkan terima kasih berkali-kali.

Aku ambil sepotong kue itu, lalu aku makan. Enak sekali! Teksturnya sungguh lembut dan gurih. Di dalamnya ada krim keju manis yang lumer saat digigit. Sayang sekali kalau kue selezat ini tidak ada pembelinya!

Sore itu, sepulang dari rumah Ajeng, pikiranku dipenuhi berbagai cara untuk membantu Ajeng. Saat Mama pulang kerja, aku ceritakan semuanya. Juga tentang toko kue Ajeng dan kue yang lezat itu. Aku berharap Mama bisa membantuku.
"Mama bisa membantu. Tapi, tapi Mama butuh bantuanmu dan Ajeng."
"Bantuan apa, Ma?" tanyaku bersemangat.

Ternyata, Mama bersedia mendesign logo dan papan nama untuk toko kue Ajeng secara gratis. Aku dan Ajeng harus membantu memotong dahan pohon yang terlalu lebat. Dengan begitu, orang bisa melihat papan nama toko kue Ajeng. Supaya lebih terang, Mama juga menugaskan kami memasang lampu. Tak lupa, mempermanis etalase toko dan membagikan brosur di depan gang. Aku sangat setuju dengan ide Mama. Tunggu sampai Ajeng dengar kabar ini besok!

Keesokan harinya, aku datang lagi ke rumah Ajeng. Mulanya Ajeng nampak ragu mendengar berita dari aku. Ia juga takut biayanya mahal. Tetapi, segera kujelaskan bahwa Mama akan membantu secara cuma-cuma. Akhirnya Ajeng setuju.

Selama seminggu penuh, aku dan Ajeng bekerja keras bersama. Kami memotong dahan pohon yang lebat, memasang lampu, dan mempermanis etalase. Kami mengelapnya dan mengganti piring plastik kusam itu dengan piring cantik warna warni.

Mama Ajeng akan memanggang lebih banyak kue dan kami akan menaruhnya di dalam plastik supaya lebih higienis. Brosur sudah kami bagikan, dan sebagain kami masukkan ke kotak-kotak surat.

Hari kelima, Mama datang dengan papan nama yang cantik sekali. Ada tulisan"Toko Kue Persahabatan" yang ditulis besar-besar. Berwarna merah muda. Ada gambar kue yang lezat sekali di samping tulisan.

Kami tidak menyangka kalau sekarang toko kue ini sungguh berbeda. Cantik, bersih, dan terang. Kami berdua puas sekali.
"Mungkin berikutnya aku bisa pasang musik dan menaruh kursi," kata Ajeng bersemangat.
"Setuju!" Aku menimpali."Siapa tahu, ini bisa jadi kafe terkenal."
Kami berdua terkikik.

Di hari pertama Toko Kue Persahabatan resmi dibuka, banyak pengunjung yang datang. Benar saja, kue Mama Ajeng yang lezat itu dalam sekejap mata langsung ludes! Ajeng dan Mamanya sampai kelabakan, karena tamu masih saja datang, padahal kuenya sudah habis.

Setelah beberapa hari, Ajeng kembali masuk sekolah. Ia tersenyum saat melihatku."Ini kue spesial untukmu dan mamamu. Mamaku sekarang berjualan kue lagi. Toko kue kami semakin ramai. Sebentar lagi aku pasti bisa melunasi SPP-ku yang tertunggak." matanya berkaca-kaca."Terima kasih Rara..."
Aku memeluk Ajeng. Indahnya persahabatanku dengan Ajeng, manis dalam suka dan duka.

Oleh: Rika Hajasi 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 28 Terbit 17 Oktober 2013


Read More

Keinginan Mimo

05.11 0
Mimo Monyet
Mimo adalah monyet paling kecil dalam kelompok monyet. Ia ingin cepat besar. Setiap minggu, ia meminta Loki mengukur badannya.
"Kamu tidak akan tumbuh besar hanya dalam seminggu,"Kata Loki.
Loki pun mengajak Mimo ke sebuah pohon dan memintanya menyandarkan punggung di pohon itu. Lalu ia membuat tanda di pohon itu tepat di atas kepala Mimo. Tanda itu ada di tempat yang sama seperti tanda yang ia buat seminggu lalu.


"Mimo pun menemui Jojo."Lihat aku, Jo,"Kata Mimo. "Apa aku tambah besar?"
"Tidak," Kata Jojo
"Berarti aku akan selalu jadi monyet kecil," Keluh Mimo Sedih.
"Jangan khawatir, Mimo. Kamu pasti akan menjadi monyet besar," ujar Jojo.
"Kapan?" tanya Mimo
"Mungkin beberapa tahun lagi."

Tetapi Mimo tidak mau menunggu. Ia ingin menjadi monyet besar sekarang juga, agar dapat memetik kelapa sebanyak-banyaknya.
 Mimo meminta teman-temannya menarik kaki dan tangannya agar badannya cepat besar. Tetapi, usaha itu sia-sia.

Suatu hari, diadakan lomba memetik kelapa. Pemenangnya adalah pemetik kelapa paling banyak. Semua monyet yakin Loki akan menang, karena badannya paling besar. Loki lantas memanjat kepuncak pohon dan mulai memetik kelapa.
Tiba-tiba....Oh! ia tersangkut diantara daun kelapa!"
"Tolong!" jeritnya. "Badanku terjepit!"
Beberapa monyet berusaha menolong Loki. Tetapi usaha mereka gagal karena badan mereka terlalu besar.
"Bolehkah aku menolongmu?" tanya Mimo.
"Coba saja," kata monyet-monyet lain.
Mimo pun memanjat pohon dengan sangat cepat. Ia membantu Loki melepaskan diri dari lilitan daun kelapa.
Ketika Mimo dan Loki turun, monyet-monyet lainnya menyambut dengan tepukan meriah. Banyak pula yang menepuk pundak Mimo dan memberinya ucapan selamat. Mimo jadi malu bercampur bangga.
"Hebat, Mimo!"seru Jojo."Belum pernah ada monyet yang dapat memanjat secepat kamu."
"Mungkin karena badan kalian yang terlalu besar," sahut Mimo gembira.

Kini ia tidak lagi ingin cepat besar.Ternyata menjadi monyet kecil pun menyenangkan. Apalagi, setelah ia mampu memetik kelapa paling banyak dan memenangkan lomba.

Oleh: Pratiwi Ambarwati 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 30 terbit 31 Oktober 2013.
Read More

Gilky si Baju Dekil

03.24 0
istana kartun
Di sebuah istana yang indah. hiduplah seorang gadis bernama Gilky. Sekalipun tinggal di istana, ia bukanlah seorang putri. Gilky hanyalah pelayan yang miskin. Ia setiap hari membersihkan kaca-kaca hingga sebening air, di kamar para putri. Mengepel lantai hingga mengkilap. Juga, mencuci gaun-gaun para putri hingga bersih dan seharum bunga di taman.

Gilky hanya memiliki baju-baju lama yang sudah usang. Karena itulah, ia dijuluki si Baju Dekil. Walaupun begitu, Gilky selalu bersemangat. Tiap malam, saat semua sedang terlelap, ia selalu mengepel lantai istana sambil menari-nari dengan ceria. Ia sudah lama bermimpi ingin menjadi penari. Karena itulah, ia sangat senang ketika istana mengadakan lomba menari.

Lomba itu terbuka untuk umum. Rakyat biasa atau pun pelayan bisa ikut. Tetapi, Gilky tetap tidak bisa ikut. Sebab, syarat utama lomba itu adalah harus mengenakan gaun yang indah. Sedangkan Gilky, seperti julukannya, hanya memiliki baju-baju yang dekil.

Walaupun begitu, Gilky tidak putus asa. Ia rajin menabung dan mencari pekerjaan tambahan di saat libur bekerja di istana.

Satu hari menjelang lomba, Gilky bermimpi bertemu peri. "Gilky, pergilah ke hutan hijau. Kau akan menemukan sebuah peti harta karun di bawah pohon raksasa. Isinya, sehelai gaun indah," kata peri itu di dalam mimpi.

Ketika terbangun, Gilky pun pergi ke hutan hijau. Alangkah senangnya ia saat menemukan sebuah kotak harta karun. Tetapi ternyata, tak ada gaun yang indah di dalamnya. Kotak itu kosong.

Ah, itu memang hanya mimpi, pikir Gilky sedih. Esok hari lomba menari akan berlangsung. Namun uang Gilky belum cukup untuk membeli gaun yang bagus. Tetapi, Gilky tetap bersemangat. Hari masih siang. Gilky bertekad untuk bekerja keras sampai malam nanti.

Di tengah perjalanan, ia melihat seorang ibu tua berwajah muram. Ibu itu duduk di depan rumahnya.
"Mengapa sedih, Nyonya?" sapa Gilky.

"Aku harus menghias pesanan gaun untuk beberapa putri bangsawan saat lomba menari besok. Tetapi aku terjatuh. Kaki dan tanganku terkilir. Maukah kau menolongku menyelesaikan hiasan renda-rendanya?"tanya ibu tua itu.

"Tentu saja," ucap Gilky tulus.

Ia pun masuk ke rumah ibu tua itu dan membantu memasang renda-renda. Menjelang sore, barulah tugas Gilky selesai.

"Maukah kau menolongku sekali lagi? Ada gaun biru yang harus kuhias juga,"ujar ibu tua itu.

Gilky tidak keberatan. Ia membantu memasang manik-manik berkilauan di sebuah gaun biru yang sangat indah. Karena harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti, pekerjaan itu selesai saat malam hari.

Ibu tua itu lalu memberi Gilky sejumlah uang atas bantuan Gilky. Gilky pulang dengan hati riang, karena uang itu cukup untuk membeli gaun baru. Namun sayangnya, karena malam sudah larut, semua toko telah tutup.
"Kalau begitu, aku akan membeli gaun besok pagi," gumamnya.

Sayang, rencananya gagal. Setelah selesai membersihkan istana, para putri terus menerus meminta bantuannya untuk mempersiapkan berbagai hal. Ya, mereka semua, kan, mengikuti kontes menari. Gilky akhirnya memberanikan diri meminta ijin untuk membeli gaun.

"Kau ini, kan, si Baju Dekil. Kau tidak akan mampu membeli gaun yang indah. Lagi pula, tak ada satu toko pun yang buka. Semua orang pergi ke istana untuk menonton kontes ini."

Ah! Betapa sedihnya Gilky. Ia pergi ke taman istana yang sepi setelah semua orang pergi  ke aula.

Di sana, Gilky menghibur diri sendiri dengan menari. Seiring tariannya burung-burung berciap-ciap seolah sedang bernyanyi. Angin menggesek-gesekkan dedaunan hingga terdengar bagai alat musik yang merdu.

Tanpa ia sadari, bunyi-bunyian indah itu terdengar sampai ke aula istana. Semua orang berdatangan ke taman. Sekalipun Gilky masih memakai gaunnya yang dekil, semua orang mengakui kalau tarian Gilky begitu indah.
Para putri kaget karena melihat Gilky si Baju Dekil bisa menari dengan sangat bagus. Beberapa mencibir, tetapi banyak juga yang mengakui kehebatan Gilky.
Gilky kemudian menerima penghargaan sebagai Penari Berbakat. Dan alangkah terkejutnya ia, saat diberi hadiah sebuah gaun biru dengan renda dan manik-manik berkilauan. Persis seperti yang kemarin ada di rumah si Ibu tua.

Oh, Gilky begitu terharu. Ini benar-benar keajaiban, bisiknya di dalam hati.

Oleh Nina S
Sumber: Majalah Bobo Edisi 39 Terbit 2 Januari 2014



Read More

Harga BBM Naik

05.45 0
harga BBM naik
Percakapan antara tukang ojek di depan kantor.....
Tukang Ojek1: Bang keberatan gak dengan harga bensin sekarang?

Tukang Ojek2: Lah iyalah.... mahal itu.

Tukang Ojek1: Tapi abang merokok kan? Kata orang di facebook....rokok naik jadi 15 ribu gak protes, bensin naik Rp.8500 protes....

Tukang Ojek2: Waduh kasih tahu tu fesbuk...kalau rokok naik, saya kan tidak menaikkan harga ojek. Saya tidak bilang "Sorry harga ojek naik karena rokok saya tambah mahal".....
Lah kalau bensin naik, memangnya harga yang lain tidak ikut naik? Kalau cuma harga bensin yang naik sendirian saya juga nyantai saja.... sekarang makan di warung juga naik 1000-2000.... Harga daging, ikan, sayur, lombok yang dibawa dari daerah juga pada naik mas. Rokok tadi beli naik lagi... Jadi rokok kalau naik itu sendirian, lah kalau bensin naiknya berjamaah dengan teman2nya....
Read More

Sang Maling Dipaksa Alim

07.21 0
maling dipaksa alim
Saya teringat sebuah cerita, Sang Maling yang berubah kehidupannya menjadi Sang Alim. Berawal dari sebuah peristiwa ketika Maling ini memasuki rumah Kyai di sebuah desa. Sang Maling ini menggondol sebuah peti yang ia kira berisi harta. Setelah ia buka di rumahnya, ternyata isinya adalah kitab-kitab kuning berbahasa Arab milik Sang Kyai. Malang nian nasib si Maling ini dalam aksinya kali ini. Harta yang diinginkan, tak ia dapat. Dalam penyesalannya, ia terpaksa mengambil kitab-kitab tersebut dan memajangnya di ruang tamu.

Sebagai Maling profesional, ia tak pernah beraksi di desanya sendiri. Di tempat tinggalnya ia dikenal sebagai warga biasa, dan bergaul dengan bermasyarakat. Suatu ketika, ada tetangganya yang lewat di depan rumahnya. Mendapati sebuah lemari ruang tamu yang di dalamnya berjejer kitab-kitab kuning bertulis kaligrafi Arab yang merupakan judul kitab tersebut. Lalu bertanya si tetangga tersebut padanya, apakah dulunya ia seorang santri. Tanpa ragu dan menjawab dengan penuh bualan, si Maling ini menjawab panjang lebar bahwa ia dulunya pernah nyantri di Pesantren A pada Kyai Fulan. Sambil mencari-cari penjelasan untuk meyakinkan si tetangga tersebut.

Pada suatu hari, si tetangga yang pernah bertanya pada si Maling mempunyai persoalan tentang masalah hukum waris. Ia tidak sungkan bertanya pada si Maling ini untuk diberikan jawabannya dari kitab-kitab yang ia miliki. Dengan perasaan serba salah, si Maling meminta padanya agar ia kembali setelah 3 hari dengan alasan bahwa masalah ini sangat sulit. Dalam kebingungannya, ia berpikir bahwa ia harus bisa menjawabnya agar ia tidak malu. Ide pun datang, ia berinisiatif untuk menanyakannya pada Kyai yang tempo dulu ia masuki rumahnya di desa sebelah.
Si Maling ini pun datang ke rumah Sang Kyai dengan membawa semua kitabnya. Ia datang menyamar sebagai orang yang ingin mendalami ilmu agama. Sang Kyai melihat kitab-kitab yang dibawanya, ingat betul bahwa itu adalah kitab-kitab miliknya yang hilang. Tanpa ingin mengecewakan dan merendahkan perasaan, Sang Kyai mendoakan agar si Maling ini mendapatkan hidayah.

Lalu, dialog tanya jawab antara mereka berdua berjalan panjang. Sang Maling yang berpura-pura tersebut, mencatat seluruh keterangan Sang Kyai. Jawaban yang ia butuhkan, ditulis lengkap dengan rujukan dari kitab-kitab yang dibawanya. Akhirnya ia pulang dengan perasaan puas, bahwa ia dapat menemukan jawaban dari masalah hukum waris yang ditanyakan tetangganya itu.

Hari yang ia janjikan pada tetangganya pun tiba, keduanya berbincang dengan penuh bijak. Seolah Sang Maling ini benar-benar alim menguasai masalahnya. Tetangga yang bertanya padanya tersenyum puas, ia sangat bangga. Lalu dari mulut ke mulut, tersebarlah cerita bahwa di desa ini ternyata ada orang alim yang tidak menampakkan ilmunya. Setelah kejadian tersebut, banyak dari warganya bertanya kepada Sang Maling. Ia pun selalu menjanjikan pada warga yang bertanya untuk kembali padanya setelah 3 hari. Tidak ingin ketahuan identitas aslinya, bahwa selama ini ia hanya orang bodoh dan berbohong. Dalam sela waktu 3 hari itu, Sang Maling terpaksa selalu bolak-balik bertanya pada Sang Kyai akan masalahnya.

Dalam keterpaksaannya harus memberikan jawaban masalah-masalah agama, Sang Maling lama kelamaan menjadi insaf dan bertaubat. Sang Maling, kini ia telah berubah menjadi Sang Alim. Keterpaksaannya berguru pada Sang Kyai, merubah jalan hidupnya. Doa Sang Kyai agar Sang Maling ini mendapat hidayah, Allah mengabulkannya seiring berjalannya waktu. Kini, terkenalah di desa tersebut seorang Alim yang dulunya berprofesi maling.



Oleh: Ayabi Ayumi 
Sumber: Kompasiana.com
Read More

Daging Kambing atau Tempe

07.02 0

Baca dulu keterangan berikut sebelum membaca keseluruhan cerita

cerita lucu singkat: daging kambing dan tempeDaging kambing disebut-sebut sebagai makanan yang memiliki kadar kolesterol tinggi yang bisa memberikan efek pada pelebaran pembuluh darah, sehingga aliran darah ke seluruh tubuh akan menjadi lancar sehingga bagi penderita hipertensi (darah tinggi) sangat tidak dianjurkan.

Sedangkan dalam simposium Tempe Internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Tempe Indonesia, bekerja sama dengan Departemen Pertanian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan The American Soybean Association di Bali pada tahun 1997, tempe dijuluki sebagai yang mempunyai keajaiban terpendam (The Hidden Miracle).  Tempe merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, terutama sebagai sumber protein. Selain itu tempe mengandung zat gizi lain dalam jumlah berarti, seperti karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.

 Pertanyaan: 

Mana diantara keduanya, daging kambing atau tempe yang bisa membuat tensi darah naik? Semua pasti setuju jika daging kambing akan memicu tensi menjadi tinggi.  Dalam penelitian baru-baru ini, hal tersebut tidak seluruhnya benar. Tidak percaya? Silahkan simak cerita berikut ini.

Daging kambing VS Tempe


Uji coba dilakukan pada 2 napi yang berada dalam satu sel yang sama.

Pada hari -1
Napi A diberikan menu gule kambing
Napi B diberi menu tempe bacem

Pada hari -2
Napi A diberikan lagi menu gule kambing
Napi B diberi lagi menu tempe bacem

Pada hari -3
Napi A diberikan 50 tusuk sate kambing
Napi B diberikan lagi menu tempe goreng 2 biji

Braakkk...krompyang....tiba-tiba napi B membanting piring nasinya sampai pecah sambil marah-marah

Akhirnya kepala penjara mengambil kesimpulan bahwa ternyata TEMPE lebih cepat memicu tekanan darah dan menyebabkan tensi naik




Read More

Lumpia dan Onde-onde

04.38 0

Lumpia Semarang

pohon bambu
Di suatu pasar tradisional yang menjual jajanan pasar, seorang warga negara asing (bule) terlihat mendatangi salah satu penjual lumpia.
"Ini apa, Bu?" tanya bule dengan logat khas bule jika berbicara bahasa Indonesia.
"Ini namanya lumpia mister" jawab penjual lumpia.
Kemudian bule tersebut mencomot satu buah lumpia dan langsung dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Enak" puji bule tersebut sambil memakan dengan lahap lumpia yang ada di tangannya. Kemudian dia mencomot kembali satu buah lumpia. Sepertinya si bule benar-benar menyukai rasa lumpia semarang tersebut.
"Ini enak, apa isi di dalamnya, Bu?" tanya bule penasaran.

"Oh..itu isinya rebung mister" jelas penjual. "Rebung? Apa itu?" "Rebung itu bambu yang masih muda" sambung penjual lumpia.

"Wah yang muda saja enak, apalagi kalau diisi yang tua" celetuk bule yang disambut gelak tawa para penjual di sekitarnya.

Onde-Onde Ketawa

Setelah memakan 2 buah lumpia bule mencomot onde-onde ketawa yang ditaburi wijen.
"Yang ini apa namanya?" tanya bule ke penjual.
"Itu namanya onde-onde yang ditempeli wijen" terang penjual onde-onde.
"Pasti lama cara bikinnya ya..harus menempelkan satu-satu wijennya" komentar bule yang disambut tawa untuk kedua kalinya.
Read More

Cerita Fabel

05.21 1


cerita kancil dan buaya

Sekilas Tentang Cerita Kancil dan Buaya

Cerita yang sering didengar oleh anak-anak Indonesia adalah cerita fabel yang menceritakan tentang kehidupan hewan berperilaku seperti manusia. Cerita fabel yang cukup populer adalah cerita kancil  dan buaya, yaitu tentang kancil yang ingin makan mentimun, namun sulit mencapai tempat dimana mentimun berada karena harus menyeberang sungai. Kemudian mucul ide kancil untuk memperdayai/menipu buaya demi mencapai keinginannya. Buaya yang tidak menyadari sedang ditipu oleh kancil dengan senang hati mengikuti perintah si kancil.

Sifat Kancil

Kancil diibaratkan sebagai binatang yang cerdik dan banyak akal. Dengan kecerdikannya kancil mampu membuat korbannya tak menyadari niat kancil sesungguhnya. Dan sangat disayangkan, kecerdikan kancil sering membuatnya menjadi nakal, dan cenderung jahat.

Buaya

Buaya adalah binatang yang suka makan daging. Dalam cerita ini, buaya diiming-imingi daging oleh kancil agar buaya mau menolongnya. 

Cerita Kancil dan Buaya

Sudah banyak yang tahu jika kancil yang cerdik suka makan mentimun. Suatu hari kancil berjalan-jalan di hutan untuk mencari mentimun. Sudah cukup lama dia berjalan, namun tak juga ia menemukan pohon mentimun di sepanjang jalan yang telah dilalui. Kancil mulai putus asa. Ditambah lagi ia mulai merasa kehausan. Kancil berjalan lunglai. Dia tak tau kemana harus pergi. "Alangkah malang nasibku ini" gerutu kancil. "Sebaiknya aku mencari sungai agar rasa hausku hilang". Akhirnya kancil memutuskan untuk mencari sumber air terlebih dahulu. Beruntunglah dia. Di kejauhan dilihatnya aliran sungai dengan air yang jernih. Kancil bersorak kegirangan. Saking bersemangat ia berjalan cepat. Langkahnya terasa ringan. Buru-buru diminumnya air sungai yang cukup jernih. Rasa segar menjalari kerongkongan kancil. Setelah hilang rasa hausnya kancil melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai tersebut. Rasa hausnya sudah hilang, kini rasa lapar kembali datang. 

Belum lama berjalan, kancil melihat banyak pohon yang buahnya sangat menggiurkan. Ya, dia melihat banyak pohon mentimun yang berbuah sangat lebat. Kancil menelan air liurnya. Tapi sungguh disayangkan, pohon mentimun tersebut berada si seberang sungai yang airnya cukup dalam. Kancil paling malas terkena air. Dia sangat takut menyeberang sungai. "Jika aku seberangi sungai ini, badanku pasti jadi basah kuyup, dan aku akan kedinginan, bahkan yang lebih mengerikan aku bisa terbawa hanyut oleh aliran sungai yang cukup deras itu" kancil bergidik membayangkan andai saja dirinya beneran tenggelam di sungai. "Duh..bagaimana caranya ya, agar aku bisa menyeberang sungai tanpa membuat badanku basah?" Sejenak kancil berpikir. 

Tiba-tiba muncullah ide cerdik kancil manakala melihat seekor buaya yang asyik berjemur tak jauh darinya berdiri. Dihampirinya si buaya tadi. "Hei teman" sapa kancil ramah dan sok akrab. Si buaya menoleh ke arah suara yang menegurnya. Dia hanya melihat sekilas ke arah kancil yang tengah menghampirinya. "Kenapa kau hanya sendirian? Kemana teman yang lain" tanya kancil melihat reaksi buaya yang tak menjawab sapaannya. 

"Ada keperluan apa kamu kemari dan menanyakan teman-temanku?" tanya buaya acuh tak acuh dan tetap tak bergeming dari tempatnya. "Aku ke sini membawa daging yang akan aku bagikan ke padamu dan teman2mu" kata kancil. Buaya terlihat kaget, wajahnya nampak senang. "Karena daging yang kubawa sangat banyak, sehingga ga akan habis jika kau makan sendiri" sambung kancil lagi. "Dengan senang hati akan kupanggil teman-temanku, kira-kira berapa banyak buaya yang harus aku panggil wahai kancil yang baik hati?" tanya buaya kegirangan. "Kira-kira sebanyak kalian berbaris sampai ke seberang" kata kancil meyakinkan. "Ok bos, siap laksanakan!" kata buaya sambil berlalu cepat. Tak lama kemudian serombongan buaya datang. 

"Berbarislah kalian hingga ke seberang, aku akan menghitung jumlah kalian sehingga daging bisa aku bagi dengan rata" perintah kancil. Dengan patuh berbarislah para buaya tersebut. 

"Satu, dua, tiga,..." kancil mulai melompat ke punggung buaya2 yang sedang berbaris sambil berhitung. Hingga hitungan ke sepuluh, kancil telah tiba di seberang dan langsung ngacir menuju pohon2 mentimun.  "Hoi kancil, mana daging yang kau janjikan?' teriak buaya2 tersebut kesal. Tapi kancil tak peduli dan berlari makin kencang. "Sapa suruh tadi cuekin aku" kata kancil sambil tersenyum penuh kemenangan.


Hikmah yang bisa dipetik

Allah menganugerahi kepandaian pada seseorang, tapi kelebihan itu bukan untuk dimanfaatkan buat mengakali dan membodohi orang lain. Kancil cerdik tapi licik. Dia telah melakukan kesalahan dengan memakai kecerdikannya untuk membohongi dan menipu daya buaya untuk mencapai tujuannya.
  



Read More

Nona Rumah Yang Baik

00.40 0
cerita anak: nona rumah yang baik
"Besok Tante Indri mau main ke sini," kata Mama sambil sibuk menyiapkan makan malam.

"Besok? Ria berhenti mengelap piring makan. "Dengan Moza?"

Mama tersenyum, memandang Ria. "Tentu saja."

Ria meneruskan membantu Mama menyiapkan makan malam. Tetapi pikirannya tak lagi berpusat pada kegiatan yang dikerjakannya. Ria memikirkan besok. Memikirkan Moza.

Besok, aku bisa bilang pada Mama, sudah ada janji ke toko buku dengan Penny. Ria tersenyum senang. Tetapi mendadak Ria ingat sesuatu. Baru kemarin ia ke toko buku. Pasti Mama tak mengizinkan. Hmmm, aku akan bilang pada Mama, mau antar Bella ke rumah neneknya. Setiap Minggu Pagi, Bella, kan ke rumah neneknya.

Tetapi, Ria menjadi ragu. Mama tahu, Ria tak suka berlama-lama di rumah nenek Bella.

Aha! Ria menjentikkan jari. Besok aku akan ikut Papa ke bengkel. Tadi Ria sempat mendengar pembicaraan Mama dan Papa soal mobil yang harus di bawa ke bengkel. Tetapi, lagi-lagi Ria Ragu. Apa Iya Papa mau mengajaknya ke bengkel?

Hu-uh! Ria bingung sendiri dengan rencana-rencananya. Bagaimana besok saja, deh! Ria menyerah.

Sebenarnya Ria senang setiap kali Tante Indri datang. Tante  Indri adalah sepupu Mama. Jadi, dan Moza masih bersaudara. Setiap kali datang, Tante Indri membawa cerita-cerita menyenangkan. Tante Indri bekerja di stasiun televisi. Ada saja cerita-cerita lucu yang diceritakannya saat mewawancarai seseorang.
Tetapi Moza....

"Ria." Mama memanggil Ria yang mematung di dekat jendela kamar. "Tante Indri dan Moza sudah datang."

Ops! Ria mengangguk pada Mama setelah akhirnya memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana hari Minggu ini. Ria memutuskan untuk menjadi nona rumah yang baik bagi Moza.

"Ya ampun, Ria.... Kamu tambah hitam aja sih." Moza berseru begitu tiba.

Ria tersenyum kalem. "Hitam-hitam kereta api. Biar hitam banyak yang menanti."

Moza tak menghiraukan gurauan Ria. Dia melangkah masuk ke dalam rumah, mengikuti Mama dan Tante Indri.

Sementara Mama menemani Tante Indri, Ria menemani Moza.

"Ih! Ini boneka kamu? Moza menunjuk boneka beruang tua di sudut sofa.

Ria mengambil boneka beruang tua dan memeluknya."Ini boneka kesayanganku."

Moza mengendikkan bahu, jijik. Lalu Moza bercerita," Kamu tahu, kemana Mama Papa mengajakku liburan sekolah kemarin?"
Ria menggeleng.
"Negeri Kincir Angin."
"Wow, menyenangkan sekali!"
"Kamu belum pernah ke sana, kan?"
Ria tersenyum menanggapi ucapan Moza.

"Uh! Panasnya Moza mengeluarkan kipas dari tasnya. Ia sibuk berkipas-kipas sambil berkeluh kesah tentang cuaca panas.

Ria ingin terbahak-bahak melihat tingkah Moza yang angkuh, tetapi ia menahannya. "Ya, cuaca hari ini memang agak panas," senyum Ria.

"Di rumahku, tidak sepanas ini karena setiap ruangan ada AC." Moza masih sibuk dengan kipasnya.

"Kalau kamu mau, pakai kipas angin aja ya," Ria berdiri hendak mengambil kipas angin.

"Ah nggak usah." Moza menepiskan tangan.

Ria menawarkan es sirup dan kue pada Moza.
"Kue apa ini?" Moza menunjuk kue berbalut daun pisang.
 "Ini kue pisang. Terbuat dari tepung beras dan pisang uli. Mama dan aku yang membuatnya. Coba, deh." Ria menyodorkan piring kue pada Moza.

Moza menggeleng.
"Ini ada biskuit." Ria membuka kaleng biskuit.
Lagi-lagi Moza menggeleng.
"Atau ini?" Ria mendekatkan piring kue lapis legit ke arah Moza.
"Uh! Bosan, deh. Lapis legit lagi, lepis legit lagi."
"Maaf, enggak ada yang lain."

Moza tak menghiraukan kata-kata Ria. Ia mengambil gelas sirup. "Uh! Kurang manis!" Moza cemberut.

"Biar kutambah sirupnya, ya."Ria menawarkan
"Nggak usah," geleng Moza sambil meneguk habis es sirup.

Ria menutup mulut rapat-rapat, khawatir tawanya meledak melihat tingkah Moza yang sombong.

Hampir dua jam Ria menemani Moza. Saat Tante Indri dan Moza berpamitan, Ria dan Mama mengantar ke depan rumah.

"Terima kasih, Tante. Terima kasih Moza," ujar Ria.

Tante Indri mengecup kedua pipi Ria, sementara itu, Moza melompat ke dalam mobil tanpa berkata apa-apa. Saat Mobil yang membawa Tante Indri dan Moza berbelok di tikungan, Ria menarik napas lega.

Mama yang berdiri di samping Ria, tersenyum. Mama merangkul bahu Ria. Jelas terpancar kebanggaan di wajah Mama atas sikap Ria sebagai nona rumah.

Oleh: Pupuy Hurriyah
Sumber: Majalah Bobo Edisi 09, Terbit 6 Juni 2013.





Read More

Memancing Belut

23.14 0
cerita anak: memancing belut
Kletok!
Bagas meletakkan stick PlayStation. Sudah dua jam lebih ia memainkan Winning Eleven terbaru setelah makan siang tadi. Ia bosan bermain sendiri.

Liburan sekolah kali ini, hanya ia isi dengan bermain game. Ayah dan Ibunya sangat sibuk berjualan di pasar. Tak ada acara piknik keluarga ke tempat wisata. Akhirnya, Bagas memutuskan keluar rumah untuk menghilangkan kejenuhan. Ia mengambil sepeda di garasi.

Semenjak di belikan PlayStation oleh Ayah, Bagas tak pernah lagi bermain di luar rumah dengan teman-teman sebaya. Ayah dan Ibunya senang Bagas selalu berada di rumah. Mereka tak bisa selalu mengawasi Bagas karena terlalu sibuk di pasar. Itulah alasan mereka membelikan Bagas PlayStation.

Di tengah jalan, Bagas berpapasan dengan Rudi dan Tono. Di tangan mereka masing-masing ada sebuah ember. Juga ada sebilah lidi enau yang dipasangi tali senar dan kawat pancing.

"Mau kemana?" tegur Bagas.
"Memancing Belut," jawab Tono
"Memancing belut?"
"Iya. Mau ikut?" tawar Rudi.
Bagas mengangguk. Daripada tidak tahu harus ke mana, lebih baik ikut mereka. Ia juga penasaran, ingin tahu cara memancing belut. Kalau memancing ikan nila dan ikan mas, ia pernah ikut Ayah ke kolam pemancingan. Ayahnya memang hobi memancing.

Bagas menitipkan sepeda di rumah Tono. Mereka langsung menuju sawah yang tak terlalu jauh dari perkampungan. Mulanya Bagas ragu menginjakkan kaki di lumpur. Ia takut kotor. Bagas hanya berdiri di pematang.

"Ayo! Tidak apa-apa," kata Rudi.
Bagas menurut. Ia turun dengan pelan. Bagus tidak takut lagi celana pendeknya kotor. Nanti bisa dicuci di sungai. Bagas meminta Tono menjelaskan cara memancing belut.

"Mula-mula, temukan lubang kecil di permukaan lumpur," Jelas Tono."Setelah itu, jentikkan jari di permukaan lubang. Jika airnya naik, berarti ada belutnya. Tinggal kita ulurkan pancing kita."

Bagas mengangguk mengerti. Ia mencari-cari lubang di atas lumpur. Tak berapa lama, ia menemukannya, Ia tampak senang.


"Hei, di sini ada lubang!" teriak Bagas. Tono dan Rudi segera mendekat.
"Coba jentikkan jarimu,"Suruh Rudi.
Bagas menjentikkan jarinya di permukan lubang. Tiba-tiba, air dalam lubang naik dan meluber keluar.
"Iya, itu lubang belut. Cepat, ulurkan pancingmu." Tono bersemangat.

Karena Bagas belum tahu cara memancing belut, maka Rudi yang melakukannya. Ia melambung-lambungkan umpan di atas permukaan air pada lubang. Air dari lubang naik ke permukaan.
Cuuuuup!
Umpan disambar dan ditarik ke dalam lubang. Setelah mendiamkan beberapa detik, Rudi menariknya.
"Kena!" jerit Rudi. Ia menarik senar dengan kuat. Belut pun terayun-ayun keluar dari lubang.
"Wah belutnya besar sekali!" seru Bagas kagus.
Tono dan Rudi tak kalah senang. Ini tangkapan pertama mereka.

Dengan penuh semangat, mereka mencari lubang-lubang belut yang lain. Bagas kembali menemukan sebuah lubang di pinggiran pematang.
Ia mengulurkan pancing. Dan ... cuuppp! Umpannya langsung disambar. Begitu senar berhasil ditarik, Bagas terlonjak kaget dan melompat ketakutan. Ternyata, yang ia pancing bukan lubang belut, melainkan lubang ular.

Tono dan Rudi meminta maaf karena tadi lupa menjelaskan, bahwa tak semua lubang di sawah itu lubang belut.
"Untung bukan tanganmu yang digigit," kata Tono. Bisa ular tanah memang tak sehebat bisa ular cobra. Tetapi, ular tanah juga berbahaya.

Tak terasa, hari sudah sore. Ember sudah penuh puluhan belut. Bagas senang sekali. Ternyata memancing belut lebih menyenangak daripada bermain game. Ketika Tono mau memberikan jatah Bagas, Ia menolak. Bagas tak pernah makan belut. Tak ada yang bisa memasaknya di rumah.

Ketika Bagas makan malam bersama Ayah dan Ibu, Tono datang bertamu menenteng rantang.
"Apa ini?" tanya Bagas.
"Belut hasil tangkapan kita yang dimasak ibuku dengan sambal kuning."
Ayah dan Ibu saling pandang. Mereka juga tak pernah makan daging belut. Karena penasaran, mereka mencicipi.
"Wah, enak sekali!" Puji Ibu.
Ayah dan Bagas juga tak ketinggalan memberikan pujian. Mereka baru tahu, ternyata daging belut enak sekali.

Ayah Bagas lalu meminta Bagas dan Tono mengajaknya memancing belut besok. Ibu juga berjanji akan belajar cara memasak belut yang enak pada Ibu Tono.

Bagas gembira. Akhirnya orang tuanya punya waktu menemaninya. Pasti menyenangkan memancing belut bersama Ayah, pikir Bagas. Ia tak sabar menunggu hari esok tiba.

Oleh: Muhammad Saleh
Sumber: Majalah Bobo
Read More

Pom Pom Raksasa Belajar Makan

05.59 0
cerita dongeng: pom pom raksasa
Tahun ini, Pom Pom Raksasa berusia tujuh tahun. Ibu sudah mengizinkan Pom Pom bermain ke hutan pinus. Pom Pom kini dapat bermain bersama teman-teman dari negeri kurcaci.
 "Halo, Pom-Pom!" Teman-teman kurcaci menyambut Pom Pom.
"Ho ho ho!" Pom Pom tertawa gembira.
"Ayo kita mulai permainan baru," ajak Pit kurcaci.
"Permainan baru?" seru Pom Pom.

Wah! Pom Pom senang bermain bersama-sama teman kurcaci. Mereka punya banyak permainan. 

"Bagaimana kalau kita bermain lomba panjat tebing?" usul Bio Kurcaci.
"Panjat tebing?" tanya Pom Pom bingung. " Tak ada tebing di hutan ini."

Semua kurcaci tertawa melihat Pom Pom celingak-celinguk mencari-cari tebing di dalam hutan pinus.
"Bukan tebing sungguhan," kata Sae kurcaci.
"Lalu?" tanya Pom Pom dengan wajah lugu.
"Kau yang menjadi. Kami akan memanjat tubuhmu."Fie kurcaci menjelaskan.
"Ho ho ho." Pom Pom mengangguk-angguk, mengerti.

"Ayo kita mulai! Kau siap?" tanya Nil kurcaci pada Pom Pom.
Pom Pom mengangguk jenaka.
"Satu, dua, tiga!"

Hop! Hop! Hop! Para kurcaci berlomba memanjat Pom Pom yang berpura-pura menjadi tebing.
"Hi hi hi." Pom Pom geli ketika para kurcaci mulai memanjati tubuhnya.
"Ayo! Ayo! Ayo!" Pom Pom memberi semangat kepada teman-temannya.

"Hore .... Aku menang!" Ris kurcaci mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi begitu sampai di pundak Pom Pom.
"Hore ..... Aku sampai juga." Zez kurcaci menyeringai lebar. Ia adalah kurcaci terakhir yang sampai di atas pundak Pom Pom.

"O iya, aku punya kabar gembira," kata Jul kurcaci saat mereka usai bermain panjat tebing.
"Minggu depan, aku berulang tahun. Kita akan berpesta di hutan pinus."
"Horeee..."
"Untuk Pom Pom, aku akan meminta Ibu membuatkan kue-kue yang besar sekali." Jul kurcaci tersenyum kepada Pom Pom.
"Wow!" Pom Pom bersorak senang.

Pom Pom tak sabar menunggu hari pesta tiba. Selama ini, Pom Pom belum pernah ke pesta. Pasti ada banyak makanan. "Aku bisa makan banyak kue."

Tetapi, Ibu cemas. Selama ini, setiap kali makan, makanan Pom Pom pasti berantakan. Suara kunyahnya juga terdengar keras.
"Kau harus belajar makan yang sopan, Pom Pom." Ibu mengingatkan.

Oh! Tak mudah bagi Pom Pom untuk bisa makan tanpa ada makanan yang berhamburan ke segala arah. Tanpa suara nyam nyam nyam yang keras saat mengunyah. Tanpa berbicara saat mulut penuh makanan. Ditambah lagi, Pom Pom sulit sekali berhenti makan walau perutnya sudah kenyang.


Namun, Pom Pom sangat ingin pergi ke pesta. Untuk itu, setiap hari Pom Pom belajar makan dengan sopan. Ia tidak ingin membuat malu teman-teman kurcacinya.
"Wow, sup ayam hangat!' Pom Pom menyambut sarapan pagi yang disediakan Ibu.
"Nyam nyam nyam." Pom Pom mengunyah dengan mulut penuh dan suara keras. Butir-butir nasi berhamburan.
Ups! Tiba-tiba, Pom Pom terdiam. Ia teringat pesta ulang tahun Jul kurcaci. Pelan-pelan Pom Pom memperlambat kunyahannya. Masih terdengar suara nyam nyam nyam, namun tidak sekeras sebelumnya.

"Hmmm...." Pom Pom mencium aroma harum kue tart keju dari dapur. Diam-diam, Pom Pom mengambil beberapa potong kue, lalu melahapnya dengan cepat.

"Enak sekali!" gumam Pom Pom sambil mengusap-usap perut.

Oh! Pom Pom terkejut ketika teringat pesta ulang tahun Jul kurcaci. "Aku janji tak akan makan terus jika sudah kenyang."
 Pom Pom raksasa terduduk di lantai, perutnya hampir meledak kekenyangan. 

Begitu seterusnya. Berhari-hari Pom Pom belajar makan dengan baik. Makanan berhamburan , suara nyam nyam nyam yang keras, berbicara saat mulut penuh, dan terus makan walau perut sudah kenyang, masih terjadi berulang-ulang.

Akan tetapi, lambat laun tak ada lagi makanan berhamburan dan suara nyam nyam nyam yang keras saat Pom Pom makan. Saat makan dan ingin bicara, Pom Pom menghabiskan dulu makanan di mulut. Saat perut terasa kenyang tetapi masih ingin makan, Pom Pom segera meninggalkan meja makan.

Akhirnya, tibalah hari pesta Jul kurcaci. Dengan penuh semangat, Pom Pom pergi ke hutan pinus.

"Selamat berpesta!" Ibu melambaikan tangan dengan tenang.
Pom Pom membalas dengan riang gembira.

Oleh Pupuy Hurriyah
Sumber Majalah Bobo


Read More

Kisah Kakek dan Kucing

08.23 0
cerita dongeng, kisah kakek dan kucing

Hujan turun dengan deras. Kakek Bun meringkuk rapat-rapat di balik tumpukan kardus di sudut sebuah jalan. Ia mendesah keras, merasa dirinya amat malang. Terlunta-lunta sendirian di jalan saat hujan angin menerpa kota.

Di dalam hati, ia kesal pada penduduk kota yang tidak membantunya. Kakek Bun rupanya tak sadar, kalau selama ini penduduk kota sering membantunya. Hanya, Kakek Bun saja yang tidak berterima kasih, Jika ada warga yang membantunya, Kakek Bun tak pernah mengucapkan terima kasih, apalagi tersenyum.
Tiba-tiba,....
"Meooo... meoooo ....," terdengar suara eongan kucing yang begitu lemah sampai tak bisa mengeong sampai selesai.
Kakek Bun memejamkan mata tanpa peduli. Ia merapatkan mantel penuh tambalannya. 
"Meoooo ... meeee...," suara si kucing terdengar semakin lemah.
"Astagaaa! Menganggu orang tidur saja!" gerutu Kakek Bun. Dari dulu Kakek Bun benci hewan, apalagi kucing! kucing itu makhluk manja yang bisa mendesis garang dan mencakar. Hih! Kakek Bun bergidik. Andai ia belum terlanjur nyaman meringkuk di balik kardus. Pastilah kucing itu akan ditendangnya jauh-jauh.

"Meee ... meeee,..." si kucing mengeong lagi.
Kakek Bun mengeratkan genggamannya pada sebotol susu miliknya di balik mantel.
"Jangan sampai kucing itu mencium bau susuku. Bisa disambar!" Kakek Bun bergumam sendiri. Sebotol susu itu rencananya akan ia minum untuk sarapan besok.

Beberapa waktu berlalu. Hujan turun semakin deras. Angin bertiup semakin kencang. Kucing itu tidak bersuara lagi. Kakek Bun jadi penasaran. Ia mengintip dari balik kardus.
Kucing itu tergeletak tak berdaya di tepi jalan. Muka si kucing menghadap ke Kakek Bun. Matanya terpejam.
Tubuhnya bergetar kedinginan. Tiba-tiba kucing itu membuka matanya dengan lemah. Ternyata kucing itu memiliki warna mata yang berbeda. Mata kanan berwarna biru, mata kiri berwarna hijau.Aneh sekali. Dan sepasang mata aneh itu menatap Kakek Bun seperti meminta tolong.
Kakek Bun membuang muka dan merapatkan jaketnya. Berusaha melupakan tatapan kucing itu. Ia memejamkan mata. Namun, perasaannya tidak enak. Kakek Bun tak bisa menjelaskan, apa yang membuatnya tidak enak. Akhirnya, beberapa saat kemudian, ia berdiri dan menghampiri si kucing sambil mengomel.
"Enak saja kau menganggu istirahatku! Aku ini orang tua yang malang! kenapa kamu minta tolong padaku, kucing nakal!" omel Kakek Bun.

Tangannya mengangkat si kucing. Dibawanya ke pojoknya yang hangat di balik kardus.
"Hiiih... Kau basah pula! Membuat kardusku basah!" gerutu Kakek Bun lagi, tetapi sambil melepaskan jaket luarnya. Ia menggunakan jaketnya untuk mengeringkan tubuh si kucing.

"Meee....," kucing itu mengeong lemah. Nafasnya kembang kempis.
"Nah, sekarang kau pasti minta makan!" marah Kakek Bun."Padahal ini susu sarapanku besok! Enak saja meminta-minta!" Kakek Bun terus mengomel, tetapi tangannya membuka botol susu dan menuangkan isinya ke dalam tutup panci.

Susu itu terasa hangat karena sedari tadi digenggam erat oleh Kakek Bun. Kucing itu menjulurkan lidahnya dan mulai melahap susu milik Kakek Bun.

Mulanya, Kakek Bun hanya menuang setengah botol susu, tetapi setengah botol itu habis dengan cepat. Setelahnya si kucing menatap setengah botol susu sisanya dengan tatapan lapar. Akhirnya, Kakek Bun menuang seluruh isi botol.
"Betul-betul hewan cilik yang nakal! menghabiskan seluruh susuku! Bagaimana aku besok pagi?" tuntut Kakek Bun.

Usai minum susu, kucing kecil itu mendorong kepalanya ke perut Kakek Bun. Aneh, bulu kucing sudah kering. Cepat sekali, pikir Kakek Bun bingung. Tetapi, dia senang juga karena terasa kucing itu kini memberi kehangatan. Ragu-ragu, dibelainya bulu si kucing yang kini tampak menggayut manja kepadanya.

Kakek Bun mengerutkan dahinya, ada sesuatu yang kini berbeda. Hujan tetap turun, Ia tetap miskin dan terlunta-lunta, bahkan tidak punya susu untuk sarapan besok. Namun, hatinya terasa hangat.

Kakek Bun meraba-raba wajahnya. Ada yang berbeda di situ. Ya, Kakek Bun kini tersenyum. Semakin ia membelai si kucing, dan semakin kucing itu menggosok-gosokkan kepalanya dengan manja ke tangan Kakek Bun, Kakek Bun merasa semakin  hangat dan semakin lebar senyumnya, Malam itu, Kakek Bun tertidur sambil memeluk si kucing.

Keesokan paginya, penduduk kota menemukan Kakek Bun meninggal dalam tidur. Wajahnya tampak damai dan penuh senyuman. Sama sekali berbeda dari Kakek Bun yang diingat penduduk kota. Ia tidak tampak seperti pengemis bermuka masam, tak tahu terima kasih, dan suka menendang hewan.

Ya, pada malam sebelum meninggal, Tuhan memberinya kesempatan untuk meninggalkan dunia dengan hati hangat. Anehnya penduduk kota tak pernah melihat kucing bermata aneh yang ditolong Kakek Bun malam itu.

Oleh Pradikha Bestari 
Sumber Majalah Bobo
Read More

Kaleng Harta Karun

08.14 0
kaleng harta karun
Anak-anak biasanya kurang suka jika hujan turun. Mereka jadi tidak bisa bermain di luar rumah. Namun, Mimi justru menyukai hujan. Di saat hujan turun, bunda Mimi biasanya akan mengeluarkan kaleng tua miliknya.

Mimi menyebutnya kaleng harta karun. Bunda menyimpan banyak benda tua menarik di dalamnya. Ada kancing dengan berbagai bentuk dan ukuran, potongan karcis yang sudah lusuh, piring dan gelas mini dengan motif bunga cantik dan banyak lagi barang yang Mimi tidak pernah jumpai sekarang.

Diantara itu semua, Mimi paling suka pada boneka kertas yang warnanya sudah menguning temakan usia. Ada lemari kecil dari kayu untuk meletakkan berbagai baju ketas boneka itu. Cara bermainnya tinggal mengaitkan ujung baju tersebut di pundak boneka kertas, lalu di lipat sedikit ke belakang.
 Mimi betah bermain berjam-jam dan lupa pada hujan. 

Suatu hari, Priska membagikan  undangan. Undangan bersampul merah jambu dengan hiasan peri. Orangtua Priska memang cukup berada. Priska bisa mengundang seluruh anak di kelas Mimi.

"Kalian harus datang ke pesta ulang tahun. Bakalan  ada kue cokelat yang besar sekali, dipesan langsung dari Jakarta. Ada ibu peri, tukang sulap, dan permainan. Yang menang dapat hadiah. Boleh nonton film Madagascar 3 juga. Nyesel  kalau kalian nggak datang ," kata Priska meyakinkan.

"Tukang sulap, Pris?  Seperti di tivi?" Dion bertanya penuh harapan.
Priska mengangguk." Dan masih ada ibu peri," katanya menambahkan.
"Di pestamu nanti, aku boleh nambah kuenya?" Joni yang paling gemuk, bertanya. Priska hanya terkikih.
"Tentu, kalau yang lain sudah makan dan masih ada sisa, kamu boleh tambah."
"Ada permainan apa? Makan kerupuk, ya?" tanya Nunik.
"Bukan, lomba itu hanya untuk 17 Agustusan. Pokoknya ada deh. Aku nggak bisa kasih tahu, tapi di jamin seru. Aku bocorkan sedikit, ada hadiah satu set pensil berwarna."

Semua ank berdecak kagum. Mimi sendiri menelan ludah. Ia tidak pernah menghadiri pesta ulang tahun yang kedengarannya begitu mewah. Tidak apa bila tidak bisa nambah kue atau menang lomba. Mimi ingin sekali menonton film kartun Madagascar 3. Kata saudara sepupunya yang tinggal di Jakarta, film itu lucu sekali. Di kota Mimi tidak ada bioskop, dan tidak semua orang punya DVD player.

Pesta ulang tahun Priska menjadi pembicaraan yang seru. Mimi sendiri sudah menyiapkan baju terbaiknya. Bunda sudah menjahitkan dompet koin cantik untuk hadiah.

Sayang, ketika hari Minggu yang ditunggu-tunggu itu tiba, hujan deras mengguyur seluruh kota. Mimi sudah berpakaian lengkap, dan ia memandang kesal dari jendela ruang tamu.

"Bun, Mimi boleh pergi, ya?" bujuk Mimi. "Mimi bawa payung, deh!"

"Boleh pergi kalau hujannya sudah berhenti," jawab Bunda. "Kalau sekarang tidak boleh. Berbahaya sekali bersepeda sambil memakai payung, Mi."

"Tapi Mimi harus pergi sekarang, Bun," Mimi menahan tangis. Sebentar lagi mereka pasti akan potong kue, lalu filmnya akan segera di putar. Mimi pengen sekali nonton, Bun. Boleh ya, Bun?"

Sayangnya Bunda tetap menggeleng.

Mimi sungguh kesal. Ia ingin menangis. Ia marah pada Bunda, kok, nggak mengerti perasaan Mimi! Memangnya Bunda tidak pernah jadi anak-anak.? Bunda Payah!

Bunda menyodorkan kaleng harta karun untuk bermain. Kaleng jelek! Dengus Mimi. Mimi ingin nonton Madagascar 3, bukan main dengan mainan jelek ini! Mimi mengambil boneka kertas dengan kasar, lalu diremasnya dengan kesal.
Tiba-tiba...Breeeeet.....
Kepala Boneka kertas itu putus. Mimi kaget, tetapi Bunda terlihat lebih kaget. Belum pernah Mimi melihat Bunda begini sedih.

"Bun, maafkan Mimi. Nanti Mimi belikan Bunda boneka kertas yang lain," Mimi menangis.

Bunda tidak menjawab. Diambilnya boneka kertas itu dengan penuh kasih sayang.
"Dimanapun, tidak ada boneka yang seperti ini lagi, Mi!" Bunda duduk di sebelah Mimi.

Bunda lalu bercerita. Semua ini adalah mainan Bunda sewaktu kecil. Mainan itu penuh dengan kenangan almarhum kakak Bunda, Dodi. Ketika Bunda ulang tahun, Dodi memberikan hadiah boneka kertas itu. Tak lama setelah itu, Dodi pergi untuk selama-lamanya. Ia meninggal ketika sedang berenang di sungai sewaktu hujan.
Boneka kertas itu adalah peninggalan terakhir dari Dodi. Bunda begitu sayang pada mainan itu. Karena Mimi adalah putri kesayangan Bunda, maka Bunda ingin berbagi kenangan itu dengan Mimi.

Mimi menyesal telah marah-marah tadi. Kini, film Madagascar 3 tiba-tiba tidak menarik hatinya lagi.
"Karena Mimi marah, Mimi menjadi kasar. Karena kasar, Mimi melukai hati Bunda. "Maafkan Mimi, Bun. Mimi berjanji akan menjadi anak yang sabar dan tidak pemarah lagi."

Bunda memeluk Mimi. Mimi lalu mengajak Bunda untuk mengelem kepala Boneka itu. Boneka pemberian Paman Dodi. Paman yang belum sempat Mimi kenal.

Oleh: Rika Hajasi 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 07 Terbit 23 Mei 2013






Read More

Hadiah Yang Tak Terpikirkan

07.58 0
cerita dongeng: Hadiah yang tak terpikirkan
Rumah yang paling dekat dengan hutan itu, tampak sederhana. Nyaris tersembunyi di tengah kebun bunga yang luas. Rumah itu jadi tampak kecil jika dibandingkan dengan pohon-pohon berbuah yang tumbuh di sekitarnya. Namun, atap merah cerahnya membuat rumah itu tampak cantik. Atap itu terlihat jelas jika para peri melongok dari atas pagar tanaman yang terpangkas rapi.

Rumah itu adalah rumah Bibi Valory. Wanita tua itu senang berkebun dan sehari-harinya bekerja sebagai penjahit.

Dan makhluk kecil yang sembunyi di balik rimbun dedaunan di dekat rumah itu adalah ... Quilla. Ia adalah Peri Kebun. Tugasnya menaburkan bulir-bulir embun segar di kebun Bibi Valory setiap pagi. Quilla memiliki sayap kecil yang cemerlang.
Kenapa Quilla bersembunyi di sana?
Hmmm, alasannya sederhana. Quilla sedang mencari ide!
Yap dengan mengamati Bibi Valory, Quilla berharap ia bisa mendapatkan ide hadiah untuk Perayaan Musim Semi. Perayaan Musim Semi adalah perayaan untuk menyambut kedatangan musim semi. Di hari itu, peri-peri kebun akan memberikan Hadiah Terima Kasih pada orang-orang yang sudah merawat kebun dengan penuh kasih sayang.

Di saat bunga-bunga mekar di musim semi, para peri biasanya akan datang ke kebun-kebun bunga. Mereka beramai-ramai memanen madu bunga. Dan, jika pemilik kebun senang dengan Hadiah Terima Kasih itu, maka, bunga-bunga akan menghasilkan madu yang lebih lezat. Makin senang si pemilik kebun, maka makin lezatlah madu yang didapatkan para peri kebun.

Setiap tahun, para peri kebun akan memberikan hadiah sesuai tema. Misalnya sesuatu yang lezat, sesuatu yang berguna untuk kebun, atau sesuatu yang bisa dipakai.

Tema-tema yang sebelumnya itu tergolong mudah. Quilla selalu berhasil membuat Bibi Valory gembira. Tetapi, sekarang para peri kebun harus memberi hadiah dengan tema "Sesuatu Yang Tidak Terpikirkan.

Apa, ya, sesuatu yang tidak terpikirkan oleh Bibi Valory? Sesuatu yang dibutuhkan, sesuatu yang berguna, tetapi tidak dimiliki oleh Bibi Valory.

Quilla bingung. Berhari-hari ia berpikir, tetapi belum menemukan hadiah yang tepat. Padahal besok Sudah hari Perayaan Musim Semi!
"Hari ini aku harus berhasil mendapatkan ide," tekad Quilla sambil terus mengamati Bibi Valory diam-diam.

Kegiatan Bibi Valory tampak normal. Mulai dari bersih-bersih rumah, berjalan-jalan santai di kebun sambil menikmati sarapan yang sederhana.

Siangnya Bibi Valory asyik menjahit di dekat jendela. Dua kucingnya yang sedang bermain, naik ke meja dan menyenggol kotak jarum. Kotak itu jatuh. Isinya berceceran ke mana-mana.

"Oh, jarum-jarumku!" Bibi Valory langsung merunduk memunguti jarum-jarum itu. Ia tampak kesusahan. Selain kecil dan susah diambil dengan tangan, jarum-jarum itu juga sulit ditemukan. Mata Bibi Valory sudah mulai rabun.

"Kucing-kucing manis, ayo bermain di luar dulu! Kalian selalu menyenggol kotak jarumku jahitku," Kata Bibi Valory tanpa marah sedikitpun. Kucing-kucing itu mengeong dan langsung pergi ke halaman.

Melihat hal itu, terbersit ide. Quilla pun terbang kembali ke hutan peri dengan wajah cerah.
"Eh?!" seru para peri kebun saat mendengar ide hadiah Quilla.
"Kau tidak ingin memberikan hadiah yang lebih istimewa?" tanya peri lain heran. "Bukankah itu terlalu sederhana?"
Quilla menggeleng.
"Kurasa ini akan sangat berguna."
Melihat kemantapan hati Quilla, peri-peri lain tak berkomentar lagi. Mereka hanya bisa berharaap agar Bibi Valory senang dengan hadiah sederhana Quilla.

Perayaan Musim Semi pun tiba. Quilla dan peri-peri lain terbang ke kebun masing-masing dengan gembira.
"Semoga Bibi Valory senang dengan hadiah ini," kata Quilla saat menyerahkan hadiahnya.
"Aku selalu senang dengan hadiahmu, Quilla," Bibi Valory membuka hadiahnya. "Aaaah, magnet dan bantalan busa!"
"Iya, Bibi bisa menggunakan magnet ini untuk mencari jarum-jarum yang jatuh di lantai. Bantalan busa ini bisa ditaruh dikotak jarum Bibi. Ini untuk menancapkan jarum-jarum agar tidak mudah tercecer. Semoga Bibi senang.
"Eh? Ini adalah hadiah yang istimewa. Jarumku sering berkurang karena jatuh dan tercecer. Jadi, hadiahmu ini sangat berguna. Bahkan, ini sangat istimewa karena aku tak pernah terpikir dengan benda-benda ini.Terima kasih. Aku senang sekali pada hadiah ini!"

Ya, Bibi Valory tidak bohong. Ia benar-benar senang pada hadiah sederhana dari Quilla. Itu bisa dibuktikan dengan kelezatan rasa madu di kebunnya!

Oleh: Nina S 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 01
Terbit 10 April 2014.
Read More

Handphone

16.48 0
cerita anak: handphone
Seisi rumah tiba-tiba heboh ketika Amir minta hp kepada Bapak.
"Hp?" Bapak mengeryitkan kening.
"Handphone, pak!" jelas Tuti sambil menatap cemas wajah Bapak.
Marahkah, Bapak?
Sebagai tukang bakso keliling, penghasilan Bapak tidak banyak. Untuk membiayai keluarganya, Bapak harus bekerja keras dari pagi sampai malam.

Tuti juga ingin punya handphone, seperti Amir, adiknya. Sudah lama dia memendam keinginan. Ketika Amir tiba-tiba membuat heboh dengan permintaan itu, timbul harapan di hati Tuti.

"Semua teman Amir punya hp. Cuma Amir yang belum. Belikan, ya, Pak?" pinta Amir penuh harap. Tuti mengangguk, seolah dia yang mengutarakan keinginan itu.

Bapak menggaruk kepala, sementara Emak memandangi Bapak. Emak, Amir dan Tuti menunggu jawaban Bapak. Tuti berharap, kalau Bapak membelikan hp untuk Amir, dia bisa meminjamnya sekali-kali untuk menghubungi teman-temannya. Hampir semua temannya di kelas memilik hp.

Sebenarnya, Bapak ingin membelikan hp untuk kedua anaknya itu. Tetapi, darimana uangnya?

"Yang bekas juga tidak apa-apa, Pak. Yang penting punya hp," harap Amir. Lagi-lagi Tuti mengangguk.

"Memangnya, penting sekali punya hp?"

Amir terlihat ragu. Tuti cepat menyambar,"Penting sih, tidak, Pak. Cuma malu, dikatakan gaptek sama teman-teman."

"Gaptek?" Kening Bapak mengerut.

"Gagap teknologi, artinya ketinggalan jaman," jelas Tuti.

Bapak mengangguk-angguk. Kemudian Bapak memandang Emak. "Menurut Emak?"

"Emak kepingin anak-anak punya hp, supaya tidak malu pada teman-teman mereka. Tetapi, terserah Bapak. Emak, kan, tidak punya uang."

"Kalau kamu bagaimana Tut?"

Tuti mengangguk."Tuti juga kepingin Amir punya hp, supaya bisa pinjam."

Bapak mengangguk-angguk, terlihat berpikir keras. "Jadi, kalian semua mendukung keinginan Amir?"

Emak dan Tuti mengangguk.

"Kalau begitu, kita semua yang akan membelikan hp untuk Amir?"

"Kita?"

Bapak menggangguk, kemudian masuk kamar. Tidak lama kemudian Bapak keluar. "Bapak pergi dulu. Kalian tetap disini sampai Bapak pulang."

Ketiga orang itu menunggu sambil menduga-duga, apa yang Bapak lakukan di luar.

Tidak lama, kemudian Bapak muncul membawa celengan ayam dari plastik.

"Bapak beli ini di warung."

"Yaaa, Amir kira...." seru Amir agak kecewa.

"Mulai hari ini, celengan ini Bapak taruh diatas bufet. Kita semua harus mengisinya setiap hari sampai cukup untuk membeli hp."

"Horeee!!" Amir bersorak senang. Tuti diam-diam mengagumi Bapak yang bisa memecahkan masalah dengan bijaksana.

"Bapak yang pertama memasukkan uang ke celengan ini. "Bapak memasukkan uang sepuluh ribu.

"Emak menyusul." Emak memasukkan uang lima ribu rupiah.

"Sekarang, aku!" Tuti berlari ke kamar.
Ia mengeluarkan uang jajan yang dikumpulkan di dalam tas. Selama ini, ia tidak pernah jajan di sekolah. Tadinya, ia mau membeli majalah anak-anak. Tetapi sekarang ia berubah pikiran. "Mulai sekarang, aku akan memasukkan uang jajanku ke celengan ini"

Amir masih tidak bergerak. Emak, Tuti dan Bapak memandanginya. Amir berkata dengan malu, "Hari ini, uang jajanku habis kupakai untuk main PS. Tetapi, aku janji, besok akan mengisi celengan itu."

Sebulan berlalu. Bapak mengumpulkan anggota keluarganya untuk membuka celengan. Banyak sekali uang yang berserakan di lantai ketika Bapak mengosongkan isi perut ayam plastik itu.

Selama satu bulan ini, Emak mengambil cucian dari rumah mewah di ujung jalan. Lalu, sebagian upahnya dimasukkan celengan itu. Tuti juga setiap hari membantu mencuci piring di warung makan milik ibu temannya. Upahnya dimasukkan celengan. Amir setiap pulang sekolah, pergi ke stasiun kereta yang tidak jauh dari rumah mereka. Ia menyemir sepatu. Pendapatannya dimasukkan celengan.

"Dengan uang ini, Bapak bisa membelikan hp buat Amir. Sisanya bisa disimpan untuk keperluan sekolah kalian," kata Bapak.

"Karena hp-nya milik bersama, aku akan memakainya bergantian dengan Tuti," kata Amir. Tuti mengangguk dengan wajah berseri.

"Itu yang Bapak harapkan," kata Bapak sambil tersenyum. "Tetapi Bapak Punya satu permintaan."

"Apa, Pak?" tanya Emak, Amir dan Tuti serentak.

"Bagaimana kalau mengisi celengan ini kita jadikan kebiasaan sehari-hari? Amir dan Tuti tidak perlu bekerja sepulang sekolah. Cukup memakai sebagian uang jajan. Setuju?"

"Setuju!" sahut mereka serempak.

Permintaan Bapak tidak aneh-aneh, kan?

Oleh: Kemala P 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 09. Terbit 6 Juni 2013.

Read More

Sahabat Keypad

04.08 0
cerita anak: sahabat keypad
Namaku Nira. Aku anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan bernama Pondok Merah Jambu. Aku punya sahabat keypad. Versi email-emailannya sahabat pena, maksudnya he he he... Nama sahabat keypad-ku Monika.

Kami berteman lewat internet. Aku suka memasukkan tulisan-tulisanku di sebuah website majalah anak. Monika sering me-like dan mengomentari tulisan-tulisanku. Ia mengirimkan pesan ke email-ku. Ia bilang ia kagum dengan segala macam pengalamanku.

Aku jadi semakin semangat menulis karena punya pengagum. Aku menulis semakin banyak tentang berbagai tempat yang unik dan eksotis. Tadinya hanya di dalam negeri, lama-lama aku menulis juga tentang pengalamanku pergi ke Singapora, ke Korea, sampai ke Amerika. Semakin heboh pengalaman yang kutulis, semakin banyak pengagumku.

Yang monika dan semua pengagumku tidak tahu... aku belum pernah sekalipun pergi pesiar. Ya, anak panti asuhan seperti aku, bisanya ke mana, sih? Paling hebat ke Dufan. Itu juga kalau ada penyandang dana yang baik hati. Monika bahkan tidak tahu aku ini anak panti asuhan. Ia pikir, aku anak orang kaya yang homeschooling jadi bisa bebas ikut papaku dinas ke luar negeri.

Kami pernah bertukar foto. Monika mengirimiku foto close-up berkostum penari balet. Sedangkan aku....Hmmm... Monika meminta fotoku saat liburan. Akhirnya, aku mengiriminya fotoku di pantai Belitung. Sssst... Foto itu hasil rekaan dengan photoshop yang susah payah aku buat!

Oh iya, Monika juga banyak menulis di website itu. Ia menuliskan banyak hal tentang latihan menarinya. Betapa ia sulit menguasai satu gerakan, tetapi terus berlatih. Ia juga menuliskan tentang pertunjukan tarinya. Cerita-ceritanya juga seru.

Suatu hari, Kak Yana, salah satu kakak asuhku mendapat surat. Surat itu dari Bu Sofyan, Ia salah satu penyandang dana Pondok Merah Jambu. Ia mengabari akan mengunjungi Pondok Merah Jambu pada hari ulang tahun putrinya. Sekalian ia ingin minta putrinya di doakan.

Alangkah kagetnya aku pada saat Bu Sofyan memperkenalkan putrinya. Nama putrinya Monika. Wajahnya pun sama persis dengan wajah Monika  sahabat keypad-ku. Namun yang bikin aku paling kaget, Monika putri Bu Sofyan itu lumpuh akibat kecelakaan beberapa tahun lalu. Padahal Monika, sahabat keypad-ku kan....

"Nira?" anak di kursi roda itu menyapaku dengan wajah yang tak kalah kagetnya. Astaga, iya! Bagi Monika, aku kan, bukan anak panti asuhan!

Yap, hari itu semua terbongkar. Monika jadi tahu yang sebenarnya. Seperti aku jadi tahu yang sebenarnya tentang dia. Sama seperti aku yang menginginkan petualangan melalang buana, Monika pun ingin bebas menari. Sama seperti aku yang terhalang kenyataan aku ini yatim piatu, Monika terhalang kenyataan ia lumpuh.

"Maafkan aku, aku sudah membohongimu. Aku sama sekali tidak bisa menari. Aku ingin sekali jadi penari, tapi hanya bisa menuliskannya," sesal Monika.

"Enggak apa-apa. Aku mengerti kok. Aku juga minta maaf telah berbohong," sahutku sama menyesalnya.

Kami lalu berpandangan, lalu mulai tertawa.

"Tapi foto kamu tuh ya! Menipu banget! Jago banget, sih!" meledak tawa Monika.

"Kamu juga! Pantesan saja foto kamu foto close up! Bukan foto saat berpose menari!" Aku ikut tertawa.

"Aduh, dua penipu cilik!" gemas Kak Yana.

Akhirnya, aku dan Monika sama-sama mengaku di website kalau kami tidak benar-benar mengalami semua petualangan dan pentas tari itu. Kami juga menceritakan tentang kondisi kami yang sebenarnya.

Ternyata teman-teman di website itu banyak yang memuji kami.

"Woow...Tulisan Kak Nira bagus banget. Imajinasi Kakak keren banget!" Puji Dian.

"Kalau sudah besar, Kak Nira pasti bisa jadi penulis hebat dan melalang buana beneran!" tulis Santika.

"Kak Monika hebat banget. Kakak lumpuh, tapi tulisan Kakak bagus banget!" begitu komentar Tia.

"Biarpun Kak Monika enggak bisa menari , tapi tarian jemari Kakak di atas keypad keren!" puji Ranti.

Aku dan Monika sama-sama tersenyum melihat komentar-komentar itu. Saat ini, kami memang mengalami keterbatasan. Namun, kami yakin, dengan mimpi, persahabatan dan kerja keras, suatu saat nanti kami bisa mengepakkan sayap kami dan menjadi hebat!

Oleh: Pradhika Bestari 
Sumber: Majalah Bobo Edisi 14 Terbit 11 Juli 2013.

Read More

Sendiri, Siapa Takut?

08.53 0
cerita anak, sendiri, siapa takut
Tiket dan nomor telepon Tante Hati sudah dibawa?" tanya Ibu memastikan, mungkin untuk keseratus kali. Aku mengintip tiket dan catatan nomor telepon Tante Hati di dalam dompet kain,"Sudah, Bu. Semua Siap.

"Turun pesawat, ikuti saja orang yang duduk di sampingmu."

"Perlu kenalan, Bu?" tanya iseng.

Ibu tidak mengomentari pertanyaanku."Kalau bingung, tanya petugas," pesan Ibu. Pesan ini juga sudah disampaikan berulang kali.


"Siiip, Bu."Aku mengangkat dua jempol. Setelah mencium Ibu, aku melangkah menuju meja check-in yang tadi ditunjuk Ibu.

Seharusnya, eh, sesuai rencana, Ibu menemaniku berlibur ke rumah Tante Hati di Padang. Tetapi, mendadak Ibu harus mendampingiku klien yang akan sidang esok hari. Sebagai pengacara, Ibu tidak bisa menolak.

Ibu mengatur perjalananku. Di pesawat nanti, aku akan bertemu Tante Andriani, sahabat Ibu, yang bekerja sebagai pramugari. Di bandara Minangkabau, aku akan dijemput oleh Tante Hati. Gampang, kan?

Anteran di meja check in agak panjang. Maklum ini musim liburan. Seorang petugas menyapa dan melayaniku dengan ramah. Ia menyerahkan boarding pass, lalu menunjukkan ruang tunggu.

Di kiri kanan, banyak ruangan yang bentuknya serupa, Ruang tunggukku terletak di ujung koridor. Kucocokkan sekali lagi nomor ruang tunggu di monitor dan nomor boarding pass. Hmm, enak juga pergi sendiri seperti ini. Seru!

"Hai, Giana!" sapa Tante Andriani di pintu pesawat. "Hebat, kamu berani pergi sendiri."

"Pertamanya, sih, enggak mau, Tante. Takut," jawabku pelan." Ternyata seru juga . Ada deg-degannya."

Tante Andriani tertawa." Sini, Tante bantu cari kursimu."

"Nomor 8 F."

Tante Andriani membantuku meletakkan ransel ke lemari penyimpanan di atas tempat duduk. "Kalau ada perlu, Giana bisa panggil Tante atau pramugari lain. Sekarang Tante tinggal dulu, ya."

Aku duduk di kursi empuk yang agak kebesaran buatku. Di sebelah kanan, ada jendela kecil yang menyorotkan sinar matahari pagi. Dua kursi di sebelahku  masih kosong.

Tak lama kemudian, dua orang perempuan sebaya Ibu duduk di kursi sebelahku. Satu orang tersenyum dan satu orang lain hanya diam. Tangannya sedikit gemetar ketika memasang sabuk pengaman. Ia duduk di kursi tengah.

"Matahari terang, tetapi tidak lama," bisik Ibu yang duduk di tengah.

"Aku menoleh. "Apa, Tante?"tanyaku bingung.

Ibu itu hanya menunjuk jendela kecil tanpa menjelaskan maksud kalimat tadi. Butir-butir keringat membasahi mukanya. Beberapa kali tangannya gemetar.

"Tante sakit?" tanyaku cemas. Kalau ia sakit, aku harus segera memanggil pramugari.

Ibu itu menggeleng pelan. Sekali lagi ia melihat jendela, lalu menutup muka dengan kedua tangan.

"Silau ya, Tante?" Aku hendak menutup jendela ketika kudengar jeritannya.

"Tidak, tidak! Biarkan saja jendela itu terbuka."

Gak usah jerit, dong. Bikin kaget aja.

Terdengar suara pramugari melalui pengeras suara. Ia meminta penumpang mengenakan sabuk pengaman dan memberikan penjelasan jika terjadi keadaan darurat.

Pesawat mulanya bergerak pelan sekali, kemudian menambah kecepatan. Sekarang pesawat sudah berada di atas, jauh meninggalkan landasan.

Tiba-tiba, tangan kiriku yang ada di pegangan kursi dicengkeram. Ih, tangan Ibu di sampingku basah. Dengan susah payah, aku berhasil melepaskan tangan kiriku.

Mukanya tegang. Dengan tangan gemetar, ia mengambil majalah di saku kursi. Majalah itu hanya ia letakkan di pangkuan, tanpa dibaca. Kemudian, ia meletakkan kepala di atas lutut.

Tante ini kenapa, sih? Aneh amat. Tetapi, aku tidak berani bertanya, takut ia menjerit lagi.

Beberapa menit setelah mengudara, pesawat berada di atas awan-awan putih yang tampak empuk seperti kapas. Ah, andai jendela ini bisa dibuka....pikiranku terhenti karena tiba-tiba aku merasa ada benda yang mengenai kepalaku.

Masker oksigen jatuh dari tempat penyimpanan secara otomatis. Ini menunjukkan bahwa tekanan udah di dalam kabin pesawat berkurang. Teriakan penuh kepanikan segera terdengar di seluruh pesawat. Aku menjadi panik dan napasku tersengal-sengal seperti sesak napas.

Ibu di sebelahku tiba-tiba mengangkat kepalanya dari lutut."Ini hanya sebentar, kok. Kita akan selamat. Tenang, ya, Nak..."

Ibu tersenyum sambil membantuku memasang masker oksigen. Ah, Ibu ini berusaha memberanikan dirinya agar aku tidak panik. Padahal, ia sendiri tadi panik sekali. Aku menyesal telah kesal kepadanya.

"Namaku Giana, terima kasih, ya, Tante, sudah membantuku tadi," ujarku sambil tersenyum manis dan mengulurkan tanganku.

"Nini! Panggil saja Tante Nini," ujar ibu itu sambil tersenyum manis.

Tante Nini..., ini teman baruku di penerbanganku yang pertama dengan pesawat. Sungguh menyenangkan.

Oleh: Erna Fitrini
Sumber: Majalah Bobo
Read More

Post Top Ad