Ada seorang raja tua yang mempunyai tiga orang anak laki-laki. Raja itu bingung memilih calon pengganti yang akan ditunjuk sebagai putra mahkota. Sebenarnya, bisa saja ia menunjuk salah seorang putra yang ia sukai, Akan tetapi, tetapi ia khawatir bahwa putra pilihannya itu tidak mencintai rakyatnya. Raja yang tidak cinta kepada rakyat tidak akan memikirkan nasib rakyat. Ia akan dimusuhi rakyatnya.
Akhirnya raja mendapat ilham untuk menguji ketiga putranya. Ketiga putranya dipanggil menghadap. Raja berkata, "Anak-anakku tercinta, saat ini aku akan menguji kalian dengan satu pertanyaan. Siapa yang paling bagus jawabannya, pertanda ia berhak menjadi putra mahkota yang akan kunobatkan menjadi penggantiku. Bagaimana, siapkah kalian bertiga untuk menjawab?"
"Siap, Ayah!" jawab ketiga putra itu.
"Pertanyaannya begini, kalau kalian menjadi raja, seperti apa besar cintamu kepada rakyatmu?"
Putra tertua mengacungkan tangan. Raja mempersilakan anak itu menjawab.
"Cintaku kepada rakyatku setinggi gunung," jawab putra tertua.
Kemudian putra kedua menjawab, " Cintaku kepada rakyatku setinggi bintang."
"Kini, giliranmu untuk menjawab," kata raja kepada si bungsu.
"Cintaku kepada rakyatku seperti garam," jawab si bungsu.
"Sekarang aku ingin tahu, mengapa cintamu kepada rakyatmu setinggi gunung?" kata raja kepada putra tertua.
"Gunung itu tinggi dan besar. Di dunia ini tidak ada benda sebesar gunung. Karena itu, tak ada yang bisa menandingi cintaku kepada rakyatku," jawab putra tertua.
"Di pulau Madura ini tak ada gunung, yang ada hanya bukit-bukit. Di manakah engkau pernah melihat gunung?" tanya raja.
"Aku belum pernah melihat gunung. Kata orang di Jawa banyak gunung yang tinggi sampai ke awan."
"Engkau telah membuat perumpamaan benda yang belum pernah engkau lihat," kata raja agak kecewa terhadap penjelasan putra tertua. Kemudian, ia menunjuk putra kedua untuk mengemukakan alasan.
"Bintang itu benda paling tinggi, jika cintaku kepada rakyatku setinggi bintang, berarti cintakulah yang paling tinggi," kata putra kedua.
"Mengapa cintamu kepada rakyatmu seperti garam?" tanya raja kepada si bungsu.
"Karena hidupku sehari-hari membuat garam bersama orang-orang kecil. Selain itu, setiap manusia di dunia selalu memerlukan garam pada saat makan. Jika cintaku seperti garam, berarti semua orang akan merasakan secara nyata wujud cintaku. Tak seorangpun rakyatku yang tidak mendapat cintaku, Itu maksud cintaku seperti garam," jawab si bungsu.
Mendengar jawaban si bungsu, raja mengangguk-angguk sambil tersenyum. Agaknya, raja puas sekali dengan jawaban terakhir itu. Setelah diam sejenak, raja pun berkata, "Sekarang tiba saatnya bagiku memberi penilaian terhadap jawaban kalian. Anakku tertua bermisal dengan benda yang belum pernah dilihat. Pikiranmu terpengaruh pada apa yang engkau dengar dari orang. Jawaban anakku nomor dua yang bermisal dengan bintang menunjukkan bahwa engkau terlalu berpikir tentang benda yang jauh dari bumi, sedangkan benda bumi sendiri kauabaikan. Kemudian, jawaban anakku yang bungsu menunjukkan bahwa engkau berpikir dengan kehidupan nyata yang ada di Pulau Madura ini. Cintamu kepada rakyatmu yang seperti garam sungguh jawaban yang sangat tepat. Hal itu menunjukkan bahwa engkau dekat dengan kehidupan rakyat kecil. Oleh karena itu, aku memutuskan, anak bungsuku yang berhak menjadi putra mahkota."
Kesimpulan
Cerita ini bisa digolongkan ke dalam dongeng nasehat yang berisi ajaran penting bagi orang-orang yang akan menjadi pemimpin. Menurut cerita ini, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memikirkan kehidupan dan kepentingan rakyatnya sehari-hari.
Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Sumatera
Oleh : James Danandjaya
Penerbit : Grasindo
Oleh : James Danandjaya
Penerbit : Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar